Bahasan Singkat Tentang Korupsi

 

BAB 1. PENDAHULUAN

 

A.   Latar Belakang

Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang sering menjadi headline di media-media Indonesia sekarang. Pembahasan mengenai korupsi tak pernah habis sejak terjadinya reformasi di Indonesia. Pembahasan ini bahkan sepertinya telah menjadi perbincangan sehari-hari dalam masyrakat Indonesia. Menghadapi hal ini, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Berbagai upaya pun telah dilakukan. Salah satu upaya ialah dengan merevisi berbagai undang-undang tentang tindak pidana korupsi. Bahkan upaya ini dilakukan hingga menaikkan gaji para pejabat Negara.

Banyaknya upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia menjadi tanda bahwa Indonesia sedang serius ingin memberantas tindak pidana korupsi ini. Namun, dipandang dari sisi lain, banyaknya upaya ini menjadi bukti konkret bahwa di Indonesia sedang terjadi banyak kasus korupsi. Kasus korupsi ini membuat masyarakat Indonesia sendiri menjadi kurang percaya terhadap pemerintah Indonesia. Banyaknya pemberitaan di media mengenai demo di berbagai daerah di Indonesia menjadi bukti ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhapap pemerintah sejak kemerdekaan Indonesia.

Angka korupsi di Indonesia ternyata tidak hanya menarik perhatian nasional saja, dunia internasional pun meletakkan Indonesia pada urutan ke 118 dari 174 negara yang terdaftar dalam indeks persepsi korupsi. hal ini dimuat dalam situs resmi versi transparansi internasional tahun 2012 lalu. Namun, jika mengacu pada poin tiap Negara, maka Indonesia berada pada peringkat 56 negara terkorup di dunia. Indonesia hanya terpaut 24 poin dari Somalia yang menjadi Negara terkorup di dunia. Sementara itu, 54 poin merupakan jarak antara Indonesia dengan Denmark yang merupakan Negara paling bersih dari korupsi. pemberitaan ini dimuat dalam situs republika.co.id.

Sementara kerguian Negara akibat korupsi ini diperkirakan mencapai mencapai Rp39,3 triliun sepanjang 2004-2011. Pada 2011 terdapat 436 kasus korupsi dengan jumlah tersangka 1.053 orang dengan kerugian Rp2,169 triliun. Satu hal menarik pada tahun 2011 ini, pelaku korupsi berjumlah 239 orang berlatar belakan sebagai pegawai negeri sipil, 190 berasal dari pimpinan atau direktur perusahaan swasta dan 99 orang berasal dari DPRD / DPR. Tentu saja , daftar ini sangat mengerikan bagi masyarakat Indonesia. Sementara pada tahun 2013 ini,  terjadi berbagai kasus korupsi yang muncul di media. Dari simulator sim hingga kasus hambalang kian gencar muncul dalam pemberitaan.

Menurut situs kompasiana, telah banyak terjadi kasus korupsi di kantor pajak yang merupakan sumber utama anggaran Negara. Ada pun kasus-kasus yang telah terdaftar :

1.  Yudi Hermawan dkk dari Kantor Pelayanan Pajak Karawang yang diduga menerima suap dari wajib pajak PT first media Tbk.

2. Eddy Setiadi dkk dari Kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak Jawa Barat yang menerima suap dari Bank Jabar

3. Gayus Tambunan dkk dari direktorat keberatan dan banding yang diduga merugikan negara dalam penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal

4. Bahasyim Assifie ytang menerima suap dari kartini mulyadi (lawyer)

5. Dhana Widyamika dkk dari Kantor Pelayanan Pajak Pancoran dan Palmerah yang diduga menerima suap dari PT Kornet Trans Utama dan PT Mutiara Virgo

6. Tommy Hindratno yang menerima suap dari konsultan pajak PT Bhakti Investama

7. Anggrah Suryo yang menerima suap dari PT Gunung Emas Abad.

Kasus-kasus tersebut tentu merupakan suatu hal yang ironis. Para pegawai pajak yang seharusnya menjadi orang-orang yang pantas dipercayai rakyat Indonesia malah menjadi dalang dari kasus korupsi. banyaknya kasus ini membuat masyarakat berpikir bahwa kasus korupsi di Indonesia “mustahil” untuk diberantas.

Berbagai macam kasus inilah yang menjadi bukti bahwa kasus dan penyelesaian tindak pidana korupsi ini perlu ditinjau kembali.

 

B.   Rumusan Masalah

Tindak pidana korupsi telah lama dikriminalisasikan di Indonesia. Sejak disahkannya undang-undang tindak pidana korupsi telah terjadi banyak tindakan revisi terhadap undang-undang tentang tindak pidana korupsi itu sendiri. Namun hingga kini masih terlihat banyak kasus korupsi yang diberitakan media. Hasil revisi undang-undang itu seolah tak bermanfaat apapun dalam perkembangan kasus korupsi di Indonesia. Dari uraian singkat ini, muncul berbagai pertanyaan yang mungkin bisa merumuskan permasalahan tentang korupsi ini. Yakni:

1.    Bagaimanakah peran pemerintah Indonesia dalam pemberantasan tindak pidana korupsi?

2.    Bagaimana penerapan aturan tentang tindak pidana korupsi di Indonesia?

3.    Bagaimana kesiapan masyarakat Indonesia dalam menghadapi kasus korupsi yang sering terjadi di Indonesia ?

4.    Solusi apa yang dipandang tepat dalam pemberantasan kasus korupsi di Indonesia?

5.    Apa dampak-dampak tindak pidana korupsi?

 

C.   Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan ini ialah sebagai berikut:

1.    Untuk memenuhi tugas mata kuliah tindak pidana khusus.

2.    Memahami lebih jauh tentang tindak pidana korupsi.

3.    Mengetahui dan meninjau kembali upaya-upaya pemberantasan korupsi.

4.    Partisipasi penulis sebagai mahasiswa dan sebagai warga Negara Indonesia

5.    Mencari solusi tepat untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.

6.    Mengetahui dampak-dampak korupsi

 

D.   Manfaat Penulisan

Ada berbagai manfaat bagi bagi seorang pembaca untuk satu tulisan sederhana yang dibacanya. Namun, setidaknya ada beberapa manfaat yang menurut penulis dapat diambil oleh pembaca dalam tulisan singkat tentang tindak pidana korupsi ini, yakni:

1.    Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang tindak pidana korupsi.

2.    Pembaca dapat mengetahui dan memahami pentingnya pemberantasan tindak pidana korupsi yang sering terjadi di Indonesia.

3.    Pembaca dapat bekerja sama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

4.    Pembaca dapat memahami dampak-danpak tindak pidana korupsi.

 

 

 

 

BAB II PEMBAHASAN

 

A.   Pengertian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Korupsi adalah:

1).Penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

2).menyelewengkan; menggelapkan (uang dsb).

Korupsi sebenarnya  berasal dari kata bahasa Latin yakni corruptio, dari kata kerja corrumpere yang memiliki arti busuk, rusak, menyogok, menggoyahkan, memutarbalik. Secara harafiah, korupsi berarti kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang memfitnah. Sedangkan definisi korupsi secara singkat ialah penyalahgunaan uang Negara (perusahaan, dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau kepentingan orang lain. Namun dalam perkembangannya, masyarakat Indonesia tidak hanya memandang korupsi dalam arti yang konvensional saja, tetapi dalam pandangan masyarakat Indonesia juga memandang korupsi mencakup politik dan administrative. Misalnya saja, dengan memanfaatkan kedudukannya, seorang pejabat menguras uang pembayaran tidak resmi dari orang lain.

Tindakan korupsi merupakan tindak pidana yang biasa dilakukan dengan motif kepuasan ekonomi bagi pelaku. Kepuasan ini bergantung pada pelaku, sejauh mana ia merasa puas dengan keadaan ekonominya menjadi ukuran alasan mengapa seorang berani melakukan tindak pidana korupsi. bahkan tindak pidana korupsi ini telah termasuk dalam politik. Menurut situs Wikipedia Indonesia, dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1.    Perbuatan melawan hukum,

2.    Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,

3.    Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan

4.     Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

 

B.   Macam–macam korupsi

 

B.1. Korupsi Berdasarkan motif

Tindak pidana korupsi dilakukan dengan berbagai alasan. Alasan yang paling logis dan mudah ditebak ialah alasan kepuasan ekonomi bagi pelaku. Namun dalam penyelidikannya ternyata ada berbagai motif dan alasan dari koruptor untuk melakukan tindak pidana itu.

Berdasarakan motif para koruptor, korupsi pun dibagi menjadi beberapa bentuk, yakni:

1.    Corruption by Greed

Tidak semua koruptor melakukan tindak pidana korupsi karena keserakahannya. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh koruptor dalam konteks corruption by greed ini , dilakukan karena alasan keserakahan dari pelaku korupsi. keserakahan pelaku korupsi ini berkaitan dengan rakusnya koruptor ini. Artinya koruptor ini bisa saja sudah memiliki harta yang banyak namun karena kerakusannya ia tetap melakukan tindak pidana korupsi. bagi koruptor yang melakukan tindak pidana ini, meski hatanya sudah terbilang mencukupi, namun ia masih ingin menambah hartanya karena merasa hartanya itu masih belum cukup.

2.    Corruption by Opportunities

Dalam menetapkan undang-undang tertentu , tentu pasti terdapat kelemahan dan kelebihan dari undang-undang itu jika ditelaah lebih jauh. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh koruptor dengan motif ini. Dengan kata lain koruptor ini, melakukan tindak pidana korupsi karena adanya peluang dari kelemahan-kelemahan undang.

Meskipun undang-undang itu sempurna, pelaksanaan undang-undang itu pun belum tentu sempurna. Ketidaksempurnaan ini bisa saja terjadi baik dari sisi pengawasannya maupun dari biorokrasi yang belum jelas. Celah-celah inilah yang dimanfaatkan oleh pelaku korupsi ini.

3.    Corruption by Need

Dalam situasi ekonomi yang tidak memuaskan orang dapat melakukan tindakan yang bahkan dirinya sendiri belum siap untuk melakukan tindakan itu. Demi memenuhi kebutuhan ekonomi orang dapat melakukan apapun. Dalam konteks ini, koruptor melakukan tindak pidana korupsi karena memang sungguh-sungguh membutuhkan, sehingga ia melakukan tindak pidana korupsi dengan keadaan yang terpaksa.

4.    Corruption by Exposures

Ada berebagai macam sanksi dalam tindak pidana korupsi. namun, ada sanksi-sanksi yang dirasakan kurang berat. Sanksi-sanksi yang kurang berat ini kemudian menjadi motivasi bagi koruptor untuk melakukan aksinya. Sanksi-sanksi yang kurang tegas dipandang sebagai peluang, sehingga meskipun telah berulang kali ditahan dan dihukum, pelaku tetap ingin kembali melakukan perbuatan korupsi.

 

B.2. Korupsi Berdasarkan undang-undang

Sedangkan dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dijabarkan dalam 13 pasal, korupsi dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yakni:

1.    Merugikan keuangan negara;

2.    Suap-menyuap;

3.    Penggelapan dalam jabatan;

4.    Pemerasan;

5.    Perbuatan curang;

6.    Benturan kepentingan dalam pengadaan;

7.    Gratifikasi.

7 jenis korupsi ini sebenarnya telah diperinci lagi menjadi 30 jenis tindak korupsi dan Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi berjumlah 6 jenis.

 

B.3. Korupsi Berdasarkan cara

Selain itu, ada pula macam-macam tindak pidana korupsi yang dikategorikan berdasarkan cara-cara koruptor itu dalam melakukan tindak pidana korupsi. jenis-jenis korupsi itu antara lain:

1.    korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi antara dua pihak dalam bentuk kesepakatan, dimana yang memberi dan yang diberi sama-sama mendapatkan keuntungan.

2.    korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang dilakukan dengan pemaksaan oleh pejabat, sebagai pembayaran jasa yang diberikan kepada pihak luar, si pemberi tidak ada pilihan lain selain melakukan hal yang dipaksakan.

3.    korupsi investif, yaitu korupsi yang dilakukan seorang pejabat dengan cara menginvestasikan sesuatu karena adanya janji atau iming-iming yang akan didapatnya di masa yang akan dating.

4.    korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena adanya perlakuan khusus bagi keluarganya atau teman dekat atas sesuatu kesempatan mendapatkan fasilitas.

5.    korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan, dengan jalan memberikan informasi kepada pihak luar yang sebenarnya harus dirahasiakan.

6.    korupsi suportif, yaitu korupsi yang dilakukan secara berkelompok dalam satu bagian atau divisi dengan tujuan untuk melindungi tindak korupsi yang mereka lakukan secara kolektif.

 

C.   Sebab-sebab Korupsi

Korupsi tentu dilakukan dengan alasan yang beraneka ragam. Setiap koruptor mempunyai alasannya masing-masing jika berkaitan dengan pertanyaan mengapa mereka melakukan korupsi. namun secara garis besar ada beberapa kesamaan. Kesamaan-kesamaan itu kemudian dirangkum menjadi:

1.    Keadaan ekonomi yang tidak memuaskan, termasuk gaji yang kurang memuaskan.

2.    Kurangnya sumber daya manusia yang mempunyai sikap profesionalitas dan integritas yang tinggi

3.    Lemahnya kepemimpinan dalam suatu oraganisasi atau struktur sehingga pengawasan terhadapa bawahan menjadi lemah.

4.    Kurangnya tindakan hukum yang tegas. Sanksi-sanksi dan aturan-aturan yang tidak tegas membuat koruptor tidak akan merasa jera dalam melakukan tindakan yang sama, yakni korupsi.

5.    Kurangnya kebebasan berpendapat di Indonesia. Kebebasan berpendapat di Indonesia masih dikekang oleh banyak pihak.

6.    Kurangnya transparansi dalam hukum Indonesia. Transparansi ini mencakup juga keadaan ekonomi para pejabat yang tidak jelas asal usulnya. 

7.    Masyarakat yang kurang berpartisipasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. masyarakat Indonesia juga berpendidikan rendah sehingga mudah dibohongi dan bahkan tidak tertarik untuk memberantas korupsi.

8.    Kurangnya seminar atau sosialisasi tentang dampak negative korupsi dan kurangnya control social dalam pemberantasan korupsi.

 

D.   Cara Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Korupsi merupakan satu tindak pidana yang sudah meraja lela di Indonesia. Tentu hal ini membuat kita merasa sulit untuk memberantas tindak pidana korupsi. namun, sebenarnya semua tindak pidana tidak akan sulit diberantas jika kita semua sadar akan pentingnya patuh terhadap aturan dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tapi tentu saja, sebagai manusia normal, kita tentu pasti melakukan kesalahan entah disengaja atau tidak.

Namun , secara realistis , tindak pidana di Indonesia tentu sangat sulit untuk diberantas. Bahkan tidak sedikit yang berpendapat bahwa tindak pidana korupsi ini sudah mustahil untuk diberantas. Meskipun seolah menjadi mustahil bagi sebagian orang, tentu pencegahannnya harus tetap dipertahankan dan dilakukan.

Pencegahan ini dilakukan dengan tahap pendekatan sebagai tahap awal. Pendekatan-pendekatan itu harus dilakukan dengan memperhatikan motif dan alasan terjadinya tindak pidana korupsi itu.  Pendekatan-pendakatan itu ialah:

1.    Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi.

2.    Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi

3.    Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.

Setelah mendapatkan pendekatan yang tepat, maka tahap kedua yang perlu dilakukan ialah dengan menetukan strategi yang tepat untuk memberantas korupsi. ada beberapa strategi dalam pemberantasan korupsi, antaranya:

1.    strategi preventif

Strategi ini menjurus kepada alasan orang melakukan tindak pidana korupsi., terlepas itu peluang dari kelemahan aturan ataupun karena keadan ekonomi. Dengan kata lain, strategi ini mencegah sejak munculnya keadaan-keadaan yang mendukung terjadinya korupsi. strategi ini cukup merepotkan karena diperlukan banyak pihak untuk bisa bekerja sama dalam rangka mencapai kesuksesan strategi ini.

2.    Strategi deduktif

Strategi ini dilakukan bila tindak pidana korupsi ini sudah terlanjur terjadi. Dengan menggunakan strategi ini, diharapkan tindak pidana korupsi dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya. Dengan demikian struktur kenegaraan harus jelas dan profesionalitas serta integritas dari aparatur harus di atas standar. Strategi ini membutuhkan ketegasan dalam pemberian sanksi dan disiplin dari penegak hukum. dalam situasi seperti ini, diharapkan ilmu politik dan social serta ilmu ekonomi harus mempunyai disiplin yang sesuai standar. Jika tidak sesuai standar, maka strategi ini tidak akan berjalan dengan baik.

3.    Strategi Represif

Strategi ini lebih mengarah kepada sanksi yang diberikan kepada koruptor. Dengan kata lain strategi ini dilakukan jika tindak pidana korupsi itu telah dilakukan. Sanksi yang diberikan harus berat dan pengawasan terhadap realisasi dari sanksi itu pun harus ketat. Sehingga, diharapkan setelah menjalani sanksi ini, maka koruptor akan merasa jera. Selain itu, dengan melihat sanksi yang berat, orang-orang dapat mengurungkan niatnya untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Dari strategi-strategi ini dibentukluh berbagai konsep baru untuk memberantas korupsi. konsep-konsep ini ada yang berupa campuran dari ketiga strategi ini. Dengan demikian pemerintah mempunyai banyak pilihan untuk menentukan baimana korupsi diberantas sesuai dengan keadaan yang ada dalam negaranya masing-masing. Konsep-konsep baru tersebut ialah

1.    Konsep carrot and stick, yakni onsep yang merupakan gabungan dari strategi preventif dan represif. Konsep ini memberikan pendapatan yang memaadai bagi aparatur Negara sesuai pendidikan dan pangkat sehingga aparatur dapat hidup lebih dari mencukupi. Pemberian ini biasa disebut carrot. Sedangkan stick merupakan pemberian sanksi yang seberat-beratnya jika aparatur dnegara itu masih tetap melakukan korupsi. konsep ini diterapkan di RRC dan di singapure.

2.    Gerakan masyarakat anti korupsi, yakni gerakan-gerakan yang dipimpin oleh organisasi-oraganisasi tertentu untuk menekan pemerintah agar segera memberantas korupsi.

3.    Gerakan Pembersihan yaitu menciptakan semua aparat hukum yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan.

4.    Gerakan Moral yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Gerakan ini membutuhkan banyak dana di Indonesia karena wilayah Indonesia yang sangat luas dan merupakan Negara kepulauan.

5.    Gerakan Pengefektifan Birokrasi yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.

Partisipasi masyarakat juga menjadi hal yang sangat menentukan dalam pemberantasan korupsi sebagai kontroil social. Masyarakat dituntut harus mampu untuk melihat dan menganalisis korupsi yang terjadi di sekitar mereka. Sehingga pemberantasan dilakukan lebih mudah. Masyarakat harus berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill.

 

E.    Dampak-dampak Korupsi

Ada berbagai macam dampak korupsi di Indonesia yang telah dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Bahkan korupsi tidak hanya menjadi momok menakutkan bagi satu bisang saja. Korupsi yang telah berkembang membuat berbagai bidang di Indonesia menjadi lemah. Bidang yang paling banyak dirugikan oleh tindak pidana korupsi ini ialah bidang ekonomi. Namun, ternyata jika ditelaah lebih jauh maka dapat ditemukan bidang-bidang lain yang dirugikan oleh tindak pidana korupsi. dampak-dampak korupsi ini antara lain:

1.    Demokrasi

Demokrasi di Indonesia menjadi terancam sejak maraknya kasus korupsi karena korupsi itu merusak proses formal atau prosedur hukum yang ada di Indonesia. Dengan dirusaknya prosedur hukum di Indonesia , maka pembangunan kemudian tidak berjalan sesuai perencanaan. Dengan begitu, pelayanan terhadap masuyarakat menjadi tidak seimbang. Tidak seimbangnya pelayanan ini pun bukan menjadi satu-satunya akibat dari hancurnya prosedur formal, bahkan kepemimpinan pun yang tidak dipilih sesuai prestasi menjadi akibat lain dari hancurnya prosedur formal. Dengan beigitu system demokrasi di Indonesia menjadi timpang.

2.    Ekonomi

Bidang yang paling dirugikan oleh tindak pidana korupsi ialah bidang ekonomi.  Seperti yang telah dibahas di awal kerugian akibat korupsi ini mencapai Rp39,3 triliun. Angka ini sudah cukup menjelaskan kerugian ini sudah sangat terasa. Padahal jika uang itu digunakan untuk pembuatan jalan di bidang transportasi dan mengembangkan pariwisata di Indonesia, tentu Rp39,3 triliun itu bukan menjadi kerugian lagi tetapi bisa menjadi keuntungan. Al hasil rakyat Indonesia menjadi semakin miskin dan tidak berpendidikan.

3.    Kesjahteraan umum

`Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Sehingga kesejahteraan umum menjadi timpang karena pemerintah hanya mementingkan pihak-pihak tertentu.

4.    Politik

Situs Wikipedia juga memuat bahwa korupsi dipakai juga sebagai alat politik untuk melemahkan lawan politik. Cara yang digunakan ialah dengan membuat isu tuduhan korupsi terhadap lawan politik mereka. Contoh yang diberikan ialah di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka. Tentu saja hal ini dapat memperbodoh orang Indonesia yang pendidikannya masih rendah.

5.    Dampak psikis orang-orang terdekat dari pelaku korupsi

Keadaan psikis mungkin tidak terpikirkan oleh orang banyak. Namun tak dapat dipungkiri, anak-anak dari pelaku korupsi yang belum tahu apa-apa bisa saja terpengaruh oleh pemberitaan tentang orang tua mereka yang melakukan tindak pidana korupsi. meskipun ini dipandang sebagai sanksi moral, namun anak-anak pun belum mengerti mengenai tindak pidana korupsi menjadi korban lain dari hasil kebodohan orang tuanya.

6.    Terbukanya kemungkinan dilakukannya tindak pidana lain

Tindak pidana lain yang kemungkinan besar dilakukan oleh koruptor ialah tindak pidana pencucian uang. Tentu saja uang hasil kejahatan korupsi ini akan disembunyikan oleh koruptor dalam bentuk-bentuk investasi ataupun dalam bentuk-bentuk lain. Sehingga terjadilah tindak pidana pencucian uang yang sedang diperhatikan dunia internasional. tindak pidana pencucian uang ini mengancam keseimbangan perekonomian internasional.

F.    Upaya-upaya pemerintah dalam memberantas korupsi

Sejak munculnya tindak pidana korupsi, pemerintah juga telah melakukan berbagai macam upaya untuk memberantas dan mencegah terjadinya korupsi di Indonesia. Upaya-upaya itu antara lain :

1.    Kriminalisasi tindak pidana korupsi

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, korupsi belum menjadi ancaman serius bagi Negara. Namun, kian berkembangnya Negara Indonesia, semakin banyak juga kasus korupsi yang ditemukan. Kriminalisasi tindak pidana korupsi ini sudah ada sejak tahun 1945 dimana Indonesia merdeka. Pada saat itu, dasar hukumnya ialah Dasar hukum yang digunakan adalah KUHP terkait dengan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh pejabat/pegawai negeri (ambtenaar), yaitu pada Bab XXVIII tentang kejahatan jabatan terdapat dalam Buku Kedua KUHP.

Revisi undang-undang tindak pidana korupsi sudah terjadi sejak lama. Pada tahun 1957 hingga 1960 banyak peraturan yang muncul untuk mengatur tentang korupsi, antaranya :

·         Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/06/1957 (tata kerja menerobos kemacetan memberantas korupsi).

·         Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/08/1957   (pemilikan harta benda).

·         Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/11/1957   (penyitaan harta benda hasil korupsi, pengusutan,        penuntutan, dan pemeriksaan perbuatan korupsi).

·         Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf AD No.           PRT/PEPERPU/031/1958.

·         Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf AL No. PRT/z.1/I/7/1958

Pada masa 1960 – 1971 dibuatlah UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. namun, undang-undang ini dianggap gagal karena :

ü  Masih ada perbuatan yang merugikan keuangan negara tetapi tidak ada perumusannya dalam UU sehingga tidak dipidana

ü  Pelaku korupsi hanya pegawai negeri

ü  Sistem pembuktian yang lama dan menyulitkan.

Sedangkan pada masa 1971 – 1999 dibuatlah revisi terhadap UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi dan dibentuk UU baru sebagai pengganti yakni UU No. 3 Tahun 1971.

Dan pada tahun 1999 hingga sekarang, dibentuk undang-undang baru yakni UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.

2.    Penyempurnaan perumusan dalam tindak pidana korupsi

Penyempurnaan ini dilakukan dengan berbagai cara, antaranya :

o   Perluasan perumusan tindak pidana korupsi yang ada dalam KUHP dan UU sebelumnya

o   Percobaan dan permufakatan jahat dianggap sebagai delik selesai pada tahun 1971

o   Menyempurnakan kembali perumusan tindak pidana korupsi dalam UU 3/1971 (korupsi aktif dan korupsi pasif)

o   Penegasan perumusan tindak pidana korupsi dengan delik formil

o   Memperluas pengertian pegawai negeri.

 

3.    Pembentukan lembaga-lembaga anti korupsi

Dalam perkembangannya, ada banyak pembentukan lembaga-lembaga yang ditugaskan untuk memberantas korupsi.  lembaga-lembaga itu antara lain :

§  Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran) pada tahun 1957 – 1960.

§  Masa 1960 – 1971 dibentuk :

Operasi Budhi y di bentuk dengan mengunakan Keppres No. 275/1963

Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan ketua Presiden Soekarno dibantu Soebandrio dan Ahmad Yani

Tim Pemberantas Korupsi (Keppres No. 228/1967

Tim Komisi Empat (Keppres No. 12/1970

Komite Anti Korupsi/KAK (1967)

§  Masa 1971 – 1999 dibentuk : Dibentuk Tim OPSTIB (Inpres No. 9/1977), Tim Pemberantas Korupsi diaktifkan kembali (1982), Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara/KPKPN (Keppres 127/1999)

§  Dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/TGTPK (PP 19/2000), KPK (UU 30/2002).

4.    Menaikkan gaji pegawai negeri

5.    Pmberian fasilitas kepada pejabat Negara.

 

 

G.   Hambatan-hambatan pemberantasan korupsi di Indonesia

 Dalam perkembangannya, tentu ada hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan itu antara lain :

1.    Pendidikan rendah masyarakat Indonesia.

Pendidikan yang rendah dari masyarakat Indonesia seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Indonesia. Pendidikan rendah ini membuat masyarakat tidak mengerti bahasa-bahasa media yang tidak sederhana sehingga sulit dimengerti oleh masyarakat Indonesia. Dan berujung pada kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia. Sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan pemerintah dengan bahasa-bahasa yang tinggi pun tidak dimengerti oleh masyarakat dan bahkan tidak menarik perhatian rakyat.

2.    Kebudayaan masyarakat Indonesia

Cara kekeluargaan merupakan cara yang seharusnya menjadi cara yang diutamakan dalam mengatasi masalah dalam masyrakat Indonesia. Namun kebudayaan ini , justru meluas tidak hanya dalam mengatasi masalah tetapi juga untuk menggapai keuntungan pribadi. Contoh konkret saja, polisi lalu lintas yang direkam dan di masukkan dalam situs youtube.com oleh korban penyalahgunaan wewenang oleh oknum polisi lalu lintas.

3.    Aparatur Negara

Data yang menyatakan pada tahun 2012 lalu bahwa pelaku korupsi berjumlah 239 orang berlatar belakan sebagai pegawai negeri sipil, tentu menjadi bukti nyata akan kurangnya integritas dan profesionalitas aparatur Negara Indonesia. Sehingga perlu dilakukannya perbaikan dalam tubuh pemerintah itu sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III PENUTUP

 

A.   Kesimpulan

Tindak pidana korupsi di Indonesia kian memburuk dan mempengaruhi berbagai bidang di Indonesia. Tindak pidana korupsi ini didukung oleh berbagai situasi dan kondisi di Indonesia, bahkan didukung oleh kelemahan undang-undang tentang korupsi itu sendiri. Korupsi akan berdampak pada masarakat luas serta akan merugikan Negara. Jadi perlu partisipasi masyrakat dan upaya yang serius dari pemerintah untukk mengatasi tindak pidana korupsi ini.

B.   Saran

Setelah mengkaji teori tentang korupsi, penulis ingin menyampaikan saran agar membantu pemberantasan korupsi :

1.    Profesionalitas dan integritas dari pejabat Negara harus ditingkatkan.

2.    Sanksi bagi pelaku korupsi harus lebih berat lagi

3.    Sosialisasi dan pelatihan bagi pejabat Negara harus ditingkatkan

4.    Menutup celah-celah dalam undang-undang korupsi.

5.    Partisipasi masyarakat Indonesia.

KETEPATAN KRIMINALISASI PENCUCIAN UANG DIHADAPKAN PADA KONDISI MASYARAKAT INDONESIA SEKARANG INI

BAB 1. PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

 

Pada tanggal 27 April 2002 lalu, Indonesia melakukan pengesahan undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang. Setahun kemudian, pemeritah dan legislatif harus merevisi UU tersebut dan hadirlah Undang- undang nomor 25 tahun 2003 tentang TPPU. Kehadiran UU ini karena adanya ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam UU sebelumnya yang masih dianggap lemah. Pengesahan undang-undang ini tentu merupakan langkah yang sangat berani bagi Indonesia, karena saat itu belum banyak orang yang mengetahui tentang pencucian uang itu sendiri. Hanya orang-orang yang berpendidikan sangat tinggi, berwawasan internasional, dan sering berkecimpung di bidang hukum pidana saja yang mengetahui tentang pencucian uang. Namun kriminalisasi pencucian uang saat itu tetap diakukan dengan berbagai pertimbangannya.

 Pencucian uang merupakan kejahatan yang dilakukan di atas kejahatan lain atau biasa disebut follow-up crime untuk menyembunyikan hasil kejahatan dengan cara yang seolah-olah sah secara hukum. Ini membuktikan juga bahwa pelaku tindak pidana pencucian uang selalu berusaha mengelabui hukum. Sehingga pelaku-pelaku itu memerlukan strategi yang sangat teliti dan detail jika tidak ingin tertangkap. Dengan demekian, dapat dipastikan bahwa pelaku-pelaku kejahatan pencucian uang merupakan orang-orang yang berpengalaman dan sudah mempunyai strategi untuk mengelabui hukum di Indonesia. Jadi untuk dapat menjerat pelaku-pelaku tindak pidana pencucian uang tentu tidaklah gampang. Indonesia juga harus menyiapkan undang-undang yang teliti dan detail agar pelaku-pelaku pencucian uang itu pun dapat terjerat dengan pasal-pasal dalam undang-undang pencucian uang itu sendiri.

Kenyataannya sampai sekarang pun, Indonesia hanya memiliki sedikit orang yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas untuk berkecimpung dalam bidang tindak pidana pencucian uang. Tidak mengherankan jika ada yang meragukan ketepatan kriminalisasi tindak pidana pencucian uang. Orang-orang tidak meragukan kemampuan para ahli yang berkecimpung dalam undang-undang pencucian uang, tetapi yang diragukan ialah kesiapan masyarakat Indonesia sekarang untuk menerima kriminalisasi pencucian uang ini.

Meskipun masyarakat Indonesia diharuskan siap untuk menerima kriminalisasi pencucian uang ini, namun tak dapat dipungkiri bahwa kesiapan masyarakat Indonesia juga harus dipertimbangkan dalam melihat  kriminalisasi pencucian uang. Maksudnya, kriminalisasi pencucian uang memang sudah tepat dilakukan, tetapi bagaimana kesiapan masyarakat Indonesia dalam pelaksanaan undang-undang pencucian inilah yang harus diperhatikan juga. Sebab dalam berbagai bidang kehidupan, masyarakat Indonesia masih terhitung lemah, misalnya dalam bidang intelektual dan ekonomi.

 

B.    Rumusan Masalah

 

Kriminalisasi pencucian uang tentu menjadi keharusan bagi Indonesia sebagai suatu Negara hukum. Apalagi kriminalisasi pencucian uang ini mempunyai peran penting dalam mengatasi berbagai tindak pidana yang ada di Indonesia. Misalnya saja, tindak pidana yang sedang marak dalam perbincangan media di Indonesia yakni korupsi dan narkotika. Tidak hanya itu, dalam buku Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering) karya Ibu Dr. Yenti Garnasih, SH, MH juga dijelaskan bahwa kriminalisasi pencucian uang mempunyai paling tidak tiga alasan, yakni :

1.    Mengatasi masalah narkotika dan korupsi.

2.    Menjaga hubungan dengan lembaga-lembaga Internasional.

3.    Penegakan undang-undang itu sendiri.

Namun, peran kriminalisasi pencucian uang harus dihadapkan pada kesiapan masyarakat Indonesia sendiri, baik dari segi intelktual maupun dari segi peradaban masyarakat Indonesia yang belum merata di setiap wilayah. Tentu saja perbenturan ini menimbulkan dampak kepada orang-orang di Indonesia untuk sejauh mana dalam melaksanakan hukum di Indonesia.

Dari uraian singkat di atas, muncullah permasalahan-permasalahan seperti berikut:

1.    Bagaimana peran kriminalisasi pencucian uang terhadap kondisi masyarakat Indonesia sekarang?

2.    Bagaimana hubungan kriminalisasi pencucian uang dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang?

3.    Bagaimana kesiapan masyarakat Indonesia sendiri terhadap kriminalisasi pencucian uang?

 

C.   Tujuan Penulisan

 

Penulisan ini mempunyai beberapa tujuan, antaranya:

1.    Mengetahui pemahaman tentang hukum sejauh mana pemahaman masyarakat Indonesia tentang kriminalisasi pencucian uang di indonsia

2.    Memahami kriminalisasi pencucian uang sebagai salah satu upaya menekan tindak pidana korupsi dan narkotika di Indonesia.

3.    Meninjau kembali ketepatan kriminalisasi pencucian uang terhadap pemahaman masyarakat Indonesia pada saat ini.

4.    Pemenuhan tugas kuliah Tindak Pidana di Bidang Ekonomi

5.    Partisipasi penulis sebagai mahasiswa dan warga Negara Indonesia.

 

D.   Manfaat Penulisan

 

Adapun beberapa manfaat dari penulisan ini, yakni:

1.    Pembaca dapat mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat tentang kriminalisasi pencucian uang.

2.    Pembaca dapat mengetahui pentingnya kriminalisasi pencucian uang

3.    Pembaca dapat memahami adanya kriminalisasi pencucian uang

4.    Meningkatkan pengetahuan tentang pencucian uang.

 

 

 

 

 

BAB II PEMBAHASAN

 

A.   Pencucian Uang

 

Salah satu ahli pencucian uang yang paling terkenal di indonesia ialah Ibu Dr. Yenti Garnasih, SH, MH yang menyelesaikan desertasinya mempelajari 600 jurnal dan 250 putusan tentang pencucian uang di Amerika Serikat. Tentu saja tidak akan ada yang meragukan kemampuannya lagi. Bahkan Dr. Yenti Garnasih, SH, MH sudah tercatat dalam sejarah pendidikan Indonesia sebagai penulis buku Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering). Dalam bukunya yang berjudul Kriminalisasi Pencucian Uang itu, Ibu Dr. Yenti Garnasih, SH, MH memberikan pengertian tentang pencucian uang, yakni sebagai suatu proses menjadikan hasil kejahatan (proceed of crimes) atau disebut sebagai uang kotor (dirty money) misalnya hasil dari obat bius , korupsi , pengelakan pajak, judi, penyelundupan, dan lain-lain yang dikonversi atau diubah ke dalam bentuk yang nampak sah agar dapat digunakan dengan aman. Pengertian ini sudah cukup jelas untuk menerangkan secara singkat tentang arti dari pencucian uang itu sendiri.

Istilah pencucian uang itu sendiri sebenarnya merupakan istilah yang merujuk pada tindakan para pelaku pidana untuk mencuci uang hasil kejahatan atau uang kotor menjadi bersih. Dengan kata lain, pelaku pidana pencucian uang membuat uang hasil kejahatan itu seolah-olah merupakan hasil kerja keras yang sah atau halal. Tujuannya cukup sederhana, yakni menghindari penyitaan terhadap uang kotor tersebut. Sehingga bila kejahatan yang dilakukan untuk menghasilkan uang kotor itu sudah terbongkar, uang kotor itu sendiri tidak dapat disita karena sudah seperti uang yang didapatkan secara halal.

Dalam buku kriminalisasi pencucian uang juga dijelaskan, ada tiga tahap dalam melakukan pencucian uang, yakni placement, layering, dan integration. Ketiga tahap ini dapat terjadi dalam satu transaksi ataupun dalam transaksi-transaksi berbeda.

Tahap pertama ialah placement, dimana uang disimpan dalam bentuk yang tingkat kecurigaan terhadap cara memperolehnya mulai berkurang. Contohnya uang itu disimpan di bank, asuransi, dan lain-lain.

Tahap kedua ialah layering, dimana uang kotor yang tadinya disimpan digunakan kembali oleh pelaku untuk melakukan transaksi-transaksi baru, sehingga sumber dari uang kotor itu dapat disembunyikan. Contohnya, uang kotor itu dikirim dan disimpan kembali di bank luar negri, sehingga semakin sulit untuk melacak kembali uang itu, karena adanya hak dari bank untuk menahan informasi tentang nasabahnya. Dengan kata lain, bank tersebut dapat mengintervensi pelacakan terhadap uang kotor itu.

Tahap ketiga ialah integration, dimana uang yang disimpan di bank luar negri itu ditarik kembali untuk digunakan dalam transaksi baru yang sah. Namun,ada banyak cara untuk melakukan penarikan uang dari bank luar negri tersebut, antaranya ada  yang melakukannya dengan cara loan-back. Cara loan back ini cukup sederhana, misalnya uang kotor yang disimpan di bank “A” luar negri berjumlah 5 juta dollar AS, maka pelaku kemudian melakukan peminjaman kepada bank itu sejumlah 5 juta dollar AS juga. Sehingga, uang kotor itu seakan-akan berasal dari transaksi peminjaman yang sah dari bank “A”. Dengan begitu pelaku dapat leluasa melakukan transaksi baru yang memang sah secara hukum. Kemudian  transaksi baru yang dilakukan pelaku menghasilkan uang yang bersih karena berasal dari transaksi yang sah.

Ada dua cara dalam melakukan  pencucian uang, yakni cara tradisional dan cara modern. Cara tradisional merupakan cara yang dilakukan dengan sangat rahasia. Cara ini biasanya dilakukan oleh jaringan tertentu, bahkan oleh etnik-etnik tertentu. Misalnya, hui (hoi) atau the china chit (chot) di china, hawala di india, dan hundi di Pakistan. Cara tradisional ini dilakukan dengan modal kepercayaan yang sangat kuat antara pihak-pihak yang berhubungan. Sehingga sangat sulit untuk dilacak peredaran uang kotor di kalangan masyarakat. Apalagi di antara cara-cara tradisional itu ada yang tidak menggunakan pembukuan sehingga tidak meninggalkan jejak pencucian uang. Bahkan dapat dikatakan cara ini mustahil untuk dibuktikan.

Sedangkan cara modern merupakan cara yang melibatkan bank dan teknologi canggih dalam melakukan proses pencucian uang. Misalnya, melalui transfer antar bank internasional dan penggunaan electronic money/ e-money. Cara modern ini biasanya mempunyai lima tahap yakni:

1.    Consolidation

2.    Externalization

3.    Agitation

4.    Legitimation

5.    Repatriation

Pada tahap consolidation, pelaku menggabungkan uang dari banyak sumber, kemudian pada tahap kedua, pelaku membuat simpanan pribadi dari uang yang telah terkumpul itu dan mengirimnya melalui transfer antar bank internasional ke bank yang berada di luar jangkauan penyidik hukum yang mengejar atau melacak uang itu.pada tahap agitation, uang kotor itu kembali digunakan dalam bentuk bisnis yang sah. Selanjutnya  uang itu menjadi uang yang Nampak halal atau sah. Dalam menjalankan cara modern ini, pelaku menggunakan teknologi canggih.

 

 

B.   Kriminalisasi pencucian uang

 

Kriminalisasi merupakan  proses mengkriminalkan suatu bentuk perbuatan. Dengan bahasa sederhananya, kriminalisasi merupakan suatu bentuk atau proses mengundang-undangkan suatu perbuatan atau usaha untuk mengatasi kejahatan. Dalam konteks hukum pidana, kriminalisasi identik dengan kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal adalah upaya rasional dari suatu negara untuk mengatasi kejahatan yang pada hakekatnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari upaya perlindungan masyarakat yang tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Secara umum kriminalisasi dilakukan dengan menggunakan dua sarana, yakni penal dan nonpenal. Sarana nonpenal ialah sarana yang tidak menggunakan hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan. Sedangkan penal ialah sarana yang menggunakan hukum pidana dalam proses menanggulangi kejahatan. Biasanya kriminalisasi menggunakan sarana penal ini meliputi dua hal, yakni:

1.    Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana

2.    Sanksi apa yang diberikan kepada pelaku tindak pidana itu

Dalam prosesnya kriminalisasi mempunyai beberapa syarat, yakni :

1.    Adanya korban

2.    Kriminalisasi bukan semata-mata ditujukan untuk pembalasan

3.    Harus berdasarkan asas ratio principle

4.    Adanya kesepakatan social

Keempat syarat tersebut ditentukan setelah melalui pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1.    Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional

2.    Penggunaan hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pengugeran terhadap tindakan penanggulan itu sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat

3.    Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki karena perbuatan itu mendatangkan kerugian bagi masyarakat.

4.    Penggunaan hukum pidana harus juga memperhitungkan prinsip biaya dan hasil.

Tujuan dari kriminalisasi itu sendiri, tidak boleh terlepas dari keseluruhan tujuan dari kebijakan criminal. Kriminalisasi juga merupakan pemenuhan dari asas legalitas dimana suatu perbuatan akan menjadi suatu persoalan bila telah diatur oleh undang-undang. Asas legalitas ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi setiap warga Negara. Jadi untuk membentuk suatu undang-undang atau peraturan, harus dilakukan pembelajaran terhadap berbagai macam factor dalam kehidupan masyarakat. Sehingga , dapat diketahui hakikat dari perbuatan yang hendak diatur itu. Jadi dengan disahkannya undang-undang pencucian uang di Indonesia, maka dapat disimpulkan telah dilakukannya pembelajaran tentang pencucian uang itu dan pencucian uang itu sendiri telah berhubungan dengan berbagai factor dalam masyarakat Indonesia. Bahkan dapat dipastikan kriminalisasi pencucian uang ini pun telah memenuhi syarat kriminalisasi itu sendiri.

Tujuan dari kriminalisasi pencucian uang itu sendiri ialah:

1.    Untuk mengatasi masalah internasional yang serius, yakni masalah pencucian uang itu sendiri

2.    Kriminalisasi pencucian uang merupakan cara paling efektif dalam proses mencari pemimpin organisasi kejahatan

3.    Pelaku kejahatan pencucian uang lebih mudah ditangkap dibandingkan dengan pelaku kejahatan utamanya.

4.    Mencegah digunakannnya lembaga keuangan baik nasional maupun internasional dalam rangka pencucian uang.

Jadi kriminalisasi pencucian uang sebenarnya ialah salah satu usaha untuk menekan kriminalitas di Indonesia, khususnya kriminalitas yang ada di bidang ekonomi dan merupakan salah satu langkah efektif untuk menanggulangi kejahatan yang terorganisasi.

Namun, meskipun kriminalisasi pencucian uang ini dilakukan untuk mencegah dan menekan kriminalitas, ternyata kriminalitas juga menimbulkan masalah-masalah. Masalah-masalah ini pun tidak boleh dianggap remeh. Setidaknya ada dua masalah pokok dalam kriminalisasi pencucian uang menurut Ibu Dr. Yenti Garanasih, SH, MH , yakni kerahasiaan bank dan pembuktian. Kedua pokok permasalahan ini timbul secara otomatis dalam penerapan kriminalisasi pencucian uang. Sebab kedua permasalahan ini berhubungan sangat erat dengan kriminalisasi pencucian uang.

Kerahasiaan bank merupakan hal yang paling diunggulkan dalam jalannya lembaga keuangan bank itu sendiri. Kerahasiaan bank ini mencakup rahasia nasabah dan sebagainya. Bank harus menjamin keamanan dan kenyamanan informasi keuangan nasabah. Dan hal ini merupakan kewajiban setiap bank di mana pun. Namun dengan adanya kriminalisasi pencucian uang, maka kerahasiaan ini harus diperlonggar. Hal ini dibuktikan dengan keharusan bank untuk memberikan informasi kepada penegak hukum apabila diminta, tetapi bank pun tidak diperbolehkan memberikan hasil pemeriksaan itu kepada nasabah. Dengan diperlonggarnya kerahasiaan bank ini, maka tentu yang paling merasa dirugikan ialah nasabah atau konsumen, sebab mereka mempunyai hak privacy sebagai seorang nasabah.

Dengan begitu terjadi perbenturan antara kriminalisasi pencucian uang dan hak privacy nasabah. Perbenturan itu tidak lain ialah kewajiban bank untuk menjaga rahasia nasabah dan kebutuhan informasi tentang keuangan yang terlibat dalam criminal. Kebutuhan informasi ini tentu diperlukan karena semua persoalan dapat dipecahkan jika ada informasi tentang persoalan itu. Namun hak individu tetap harus dijaga oleh bank karena rahasia bank  merupakan prinsip bisnis dan kenfidensial.

Sedangkan masalah lain yang timbul seiring kriminalisasi pencucian ini ialah pembuktian. Pembuktian dalam kasus pencucian uang sangatlah sulit. Hal ini disebabkan pencucian uang merupakan kejahatan yang dilakukan di atas kejahatan lain atau istilah yang biasa digunakan ialah follow up crime. Dengan status follow up crime, maka secara otomatis pembuktian terhadap kejahatan awal harus dibuktikan lebih dahulu. Misalnya saja dalam kasus narkotika, ada dua tugas yang harus dilakukakan sebagai seorang lawyer. Tugas pertama, seorang pengacara harus mengerti betul bahwa unsur-unsur tindak pidana pencucian uang sangatlah rumit. Maka seorang lawyer harus membuktikan paling kurang tiga hal, yakni:

1.    Dana yang terlibat dalam transaksi merupakan dana yang berasalah dari hasil kejahatan perdagangan gelap narkotika.

2.    Bahwa terdakwa mengetahui dana tersebut berasal dari hasil kejahatan perdagangan gelap narkotika.

3.    Bahwa terdakwa mengetahui tentang atau maksud untuk melakukan transaksi. Kepemilikan dari uang hasil kejahatan tidak mendukung kesimpulan bahwa terdakwa berniat untuk melakukan transaksi. Walaupun undang-undang menyatakan bahwa percobaan untuk melakukan transaksi atau transfer merupakan bukti cukup sebagai tindak pidana.

Tugas kedua, yakni pemahaman dari pengacara sendiri untuk memperluas bukti. Hal ini merupakan konsekuensi dari tugas pertama. Perluasan ini termasuk menggunakan circumstancial evidence untuk membuktikan tiga unsur pidana tersebut. Tentu tidak mudah dalam melaksanakan tugas pencucian uang ini. Sekalipun pemerintah mempunyai bukti-bukti, belum tentu pelaku dapat dijerat dengan mudah mengingat para pelaku pencucian uang biasanya orang yang berpengalaman dalam melakukan tindak pidana.

            Bahkan untuk mencegah terjadinya pencucian uang ini, dunia pun ikut bertindak. Indonesia tidak bekerja sendirian untuk mencegah tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh warga Indonesia. Sebab pencucian uang tidak hanya bisa terjadi di dalam satu Negara saja, tetapi bisa terjadi antar Negara. Hal ini dibuktikan dengan adanya kerja sama internasional untuk mengatasi masalah pencucian uang ini.

            Dalam upaya pencegahan terjadinya pencucian uang, lahir salah satu upaya yang disebut international legal regim. International legal regim ini lahir pada tahun 1988 melalui United against illicit traffic in narcotic and psychotropic substances dengan nama international anti money laundering legal regime. Regim ini berupaya untuk memantau dan mengatur aktivitas dan hubungan international dalam bidang tertentu , menetapkan beberapa norma, peraturan dan prosedur, yang disepakati dalam rangka mencegah dan pencucian uang.

Indonesia bersama 51 negara lain termasuk dalam major money laundering countries. Artinya, Indonesia juga terlibat dalam transaksi sejumlah besar dana yang berasal dari perdagangan gelap obat bius internasional. Indonesia menjadi salah satunya dengan alasan, pertama  Indonesia tidak pernah menyanyakan dari mana asal uang hasil transaksi yang disimpan di bank-bank Indonesia. Kedua Indonesia juga menganut system devisa bebas dengan perekonomian yang terbuka yang artinya siapa saja dapat mempunyai devisa di Indonesia dan menggunakannya untuk kepentingannya. Ketiga , peraturan tentang rahasia bank di Indonesia masih sangat ketat. Keempat, krisis ekonomi di Indonesia sejak 1997 yang dianggap masih belum pulih yang menyebabkan Indonesia memerlukan pinjaman dari luar negri. Bahkan FATF memasukan Indonesia sebagai salah satu Negara yang tidak kooporatif dalam memberantas pencucian uang. Alasan yang dikeluarkan FATF ialah pertama, PPATK baru berfungsi 18 bulan setelah undang-undang no.15 tahun 2002 dikeluarkan. Waktu 18 bulan dianggap terlalu lama. Kedua, batas minimum pelaporan transaksi ialah 500 juta rupiah. Hal ini membuat FATF menganggap Indonesia tidak serius dalam menghadapi pencucian uang.

FATF sendiri telah mengeluarkan rekomendasinya dalam usaha memberantas pencucian uang ini yang terkenal dengan 40+9 FATF recommendation. Rekomendasi tersebut juga digunakan oleh masyarakat internasional dalam penilaian terhadap kepatuhan suatu negara terhadap pelaksanaan program anti pencucian uang. Lembaga ini merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang di tiap negara. Keberadaan lembaga khusus ini mutlak ada dan memainkan peranan sangat strategis karena masalah pencucian uang merupakan persoalan yang sangat rumit, melibatkan organized crime yang memahami berbagai teknik dan modus kejahatan canggih. Penanganan isu pencucian uang menjadi bertambah berat terlebih karena karakteristik kejahatan ini pada umumnya dilakukan melewati batas-batas negara (cross-border). The Financial Action Task Force (FATF) yang didirikan tahun 1989 yang mempunyai tugas menciptakan suatu standar kebijakan dalam rangka pencegahan kegiatan money laundering. Dalam 40 rekomendasinya, diatur juga secara implisit tentang keberadaan lembaga financial intelligence unit (FIU). FIU adalah lembaga permanen yang khusus menangani masalah pencucian uang.

Tentu saja tekanan-tekanan dan kerja sama internasional ini berpengaruh besar pada Indonesia, di antaranya :

1.    IMF memberikan syarat Indonesia harus mempunyai ketentuan anti pencucian uang jika ingin mendapatkan kucuran dana dari IMF.

2.    Bank-bank Indonesia diharuskan mengenal customer dan harus mempunyai system pelaporan yang memadai. Bahkan bank Indonesia pun harus mengeluarkakn peraturan baru agar bisa menjalankan tuntutan ini.

Dengan demikian, Indonesia pun mengesahkan undang-undang no. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang.

 

C.   Tepatkah kriminalisasi pencucian uang?

 

Saat kriminalisasi pencucian uang disahkan, sudah ada banyak prediksi tentang bagaimana jalannya undang-undang tindak pidana pencucian uang itu sendiri. Prediksi itupun tak luput dari seorang Dr. Yenti Garnasih, SH, MH   sebagai salah satu ahli pencucian uang di Indonesia. Dalam bukunya, Ibu Dr. Yenti Garnasih , SH, MH menyatakan setidaknya tiga kendala dalam pelaksanaan undang-undang tindak pidana pencucian uang. Tiga kendala itu ialah:

1.    Kelemahan dari Undang-undang No. 15 tahun 2002 itu sendiri

2.    Aparatur perlu mendapat perbaikan

3.    Budaya hukum masyarakat Indonesia belum mendukung anti pencucian uang.

Meskipun sebagai suatu upaya untuk menegakkan keadilan dan undang-undang , tentu tidak mengherankan bila undang-undang tindak pidana pencucian uang memiliki kelemahan. Pembuatan undang-undang ini  terburu-buru karena adanya tekanan dari pihak internasional. Selain itu ahli pencucian uang di Indonesia juga hanya ada beberapa orang saja.

Tekanan pihak internasional tidak bisa dilepaskan dari adanya kelemahan di dalam undang-undang pencucian uang itu sendiri. Paksaan dari berbagai pihak diarahkan kepada Indonesia untuk segera melakukan kriminalisasi pencucian uang. Bahkan Indonesia dimasukkan sebagain Negara yang memiliki bank tempat penyimpanan uang hasil kejahatan. Tidak hanya itu, Financial Action Task Force (FATF) pun memasukkan syarat untuk melakukan kriminalisasi pencucian uang dalam rangka mengucurkan dana untuk Indonesia. Indonesia seakan-akan mau tak mau harus melakukan kriminalisasi pencucian uang itu. Dengan adanya paksaan ini, jelaslah Indonesia saat itu, belum dalam keadaan siap 100% dalam menyiapkan undang-undang tindak pidana pencucian uang. Alhasil undang-undang tindak pidana pencucian uang ini memiliki kelemahan.

Tidak hanya paksaan dari luar negeri yang melemahkan pelaksanaan undang-undang pencucian uang ini. Kurangnya integritas dan profesionalisme dari penyedia layanan keuangan dan aparatur Negara pun menjadi salah satu alasan. Dengan kurangnya integritas dan profesionalisme dari aparatur Negara , sangat sulit untuk mendeteksi terjadinya pencucian uang. Sebab, untuk mendeteksi adanya transaksi-transaksi mencurigakan, dibutuhkan integritas dan sikap professional dari aparatur Negara. Apalagi berkaitan dengan mendeteksi pencucian uang ini, penyedia layanan jasalah yang wajib melaporkan jika ada transaksi mencurigakan. Sementara batasan transaksi mencurigakan itu masih belum memadai yakni hanya jika transaksi itu bernilai paling kurang Rp. 500.000.000,-. Jelas saja, dengan kurang jelasnya batasan tentang transaksi mencurigakan ini, membuat transaksi-transaksi yang bernilai Rp. 500.000.000,- ke atas akan dilaporkan terlepas dari wajar tidaknya transaksi itu. Dengan banyaknya laporan tentu saja konsumen penyedia layanan keuangan akan kecewa. Ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan penyuluhan, pelatihan, dan sosialisasi dari pihak pemerintah tentang undang-undang pencucian uang ini.

Kasus korupsi dan nepotisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, menjadi headline dalam berbagai media. Sebut saja, kasus hambalang, century, penyuapan hakim dan simulator sim yang sekarang sedang marak dibicarakan. Kasus-kasus ini membuktikan bahwa aparatur Negara di Indonesia belum memiliki integritas yang tinggi, apa lagi tentang professional kerja. Tidak hanya kasus korupsi saja, bahkan antara tentara dan kepolisian pun terjadi bentrok. Misalnya saja penyerangan hoku dan di lapas cebongan yang melibatkan beberapa pihak kopasus. Hal ini tentu menyebabkan kurangnya kepercayaan masyarakat kepada pihak penegak hukum.

Saat ini, masyarakat tentu sedang ragu untuk meletakkan kepercayaannya di pundak penegak hukum. Kondisi penegak hukum di Indonesia yang jauh dari memuaskan membuat masyarakat Indonesia berada dalam situasi pasrah.

Secara umum, ada tiga bentuk tindak pidana pencucian uang :

1.    Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).

2.    Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).

3.    Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.

Sementara sanksinya sangatlah berat, yakni penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak 10 milyar rupiah.

Bentuk tindak pidana pencucian uang pasif (kedua) sangat memberatkan masyarakat Indonesia. Bentuk- bentuk  penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan penukaran diharuskan untuk diselidiki sendiri oleh masyarakat Indonesia. Sementara masyarakat Indonesia banyak yang belum memahami adanya undang-undang pencucian uang  dan bahkan dengan rendahnya tingkat pendidikan dan tingginya tingkat kemiskinan, masyarakat Indonesia harus menyelidiki sendiri dan kemudian melapor kepada yang berwajib. Bahkan di kota-kota besar pun banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami hukum. Dan adanya pelaku pasif ini, masyarakat yang belum tahu bagaimana menyelidiki asal usul uang itu bisa dihukum bila tidak melapor. Pemerintah pun belum memberikan cara yang jelas dan tepat tentang bagaimana menyelidiki asal usul uang hasil kejahatan. Apalagi masyarakat Indonesia biasanya enggan untuk menanyakan kondisi ekonomi dan asal usul uang orang lain. Dalam kebudayaan masyarakat Indonesia, khususnya di bagian timur Indonesia, merupakan hal yang kurang sopan untuk menanyakan tentang asal usul hasil kerja orang lain, apalagi kalau orang tersebut baru dikenal. Kebudayaan masyarakat Indonesia khususnya Indonesia bagian timur juga, sangat sulit untuk mencurigai orang-orang yang memberikan hibah, sumbangan, dan bahkan penitipan. Sanksi untuk masyarakat Indonesia yang berkebudayaan seperti ini pun terasa kurang adil. Denda 10 milyar rupiah bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat kemiskinan yang tinggi ini terlalu berat.

Bahkan masyarakat Indonesia di bagian timur belum tentu mengetahui tempat yang tepat untuk melaporkan transaksi mencurigakan meskipun sudah dicantumkan dalam undang-undang. Tempat melaporkan tentang transaksi keuangan yang tepat ialah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK  sebagaimana dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 adalah lembaga independen dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai berikut:

1.    Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;

2.    Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;

3.    Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan

4.    analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

Sementara wewenang PPATK, yaitu: Meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan; Meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan oleh penyidik atau penuntut umum; Melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan, kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan; Memberikan pengecualian kewajiban pelaporanmengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai. Pesatnya kemajuan teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri ini menjadi lahan empuk bagi para pelaku kejahatan pencucian uang. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan pencucian uang.

Meskipun kriminalisasi pencucian uang ini dilakukan untuk penegakan hukum., namun tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia masih memegang kebudayaan dengan sangat erat. Bahkan budaya ini masih dipegang erat oleh karyawan-karyawan bank dan penyedia jasa layanan keuangan. Karyawan-karyawan bank dan penyedia layanan jasa keuangan ini pun masih enggan menanyakan asal usul keuangan dari seorang nasabah. Tanpa disadari budaya ini justru menjerumuskan masyarakat Indonesia ke dalam penjara selama 20 tahun dan denda 10 milyar rupiah.

Menyadari hal ini, seharusnya karyawan-karyawan bank lebih professional dalam menjalankan  tugas mereka dan diberikan pelatihan, penyuluhan dan sosialisasi tentang pencucian uang itu sendiri. Sedikitnya ahli pencucian uang di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia tentang pencucian uang.

Namun, dengan adanya undang-undang tindak pidana pencucian uang ini juga Indonesia berhasil lolos dari daftar hitam FATF. Hal ini disampaikan oleh Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso kepada Tempo  18 Maret 2012 lalu. Upaya penanggulangan kejahatan pencucian uang juga harus dilihat dari konteks keselurahan. Kebijakan sosial untuk kesejahtaraan masyarakat antara lain didahului kriminalisasi dan tetap didasarkan pada upaya penanganan atas kondisi-kondisi sosial secara langsung maupun tidak langsung karena kejahatan ini sangat berbahaya dan perlu mendapatkan perhatian khusus.

Tidak hanya lolos dari daftar hitam FATF saja, Indonesia pun berhasil mendapatkan beberapa tindak pidana pencucian uang yang dilakukan di Indonesia, di antaranya :

1.    kasus pencucian uang Rp 80 miliar di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.

2.    Kasus pencucian uang Citibank oleh Melinda Dee

3.    Luthfi Hasan Ishaaq yang baru saja jadi tersangka kasus pencucian uang

4.    Kasus pencucian uang nazarudin

5.    Kasus Visca Lovitasari

6.    Kasus dugaan pencucian uang Irjen Djoko Susilo

7.    Dan masih banyak kasus lainnya.

`Kasus –kasus di atas menunjukkan bahwa kriminalisasi pencucian uang di Indonesia sudah tepat. Komisi Pemberantasan Korupsi mulai berani menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menjerat koruptor. Hal ini tentu menjadi awal yang bagus bagi masyarakat Indonesia sekarang. Misalnya kasus Muhammad Nazaruddin dalam kasus pembelian saham maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia yang diduga menggunakan uang hasil kejahatan korupsi. Berbagai macam kejahatan yang berhubungan dengan tindak pidana di Indonesia mulai ditelusuri lebih lanjut oleh penyidik agar dapat dikenai hukuman tindak pidana pencucian uang.

Secara tidak langsung dengan adanya undang-undang tindak pidana pencucian uang ini telah mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia. Karena perputaran dana dalam masyarakat Indonesia mulai seimbang. Dengan disahkannya undang-undang pencucian uang ini, tingkat kemiskinan di Indonesia semakin menurun. Hal ini dicatat oleh badan stastistik nasional.  Berdasarkan data yang dilansir pada 2006 jumlah penduduk miskin mencapai 39,30 juta orang, 2007 mencapai 37,17 juta orang, 2008 mencapai 34,96 juta orang, 2009 mencapai 32,53 juta orang, 2010 mencapai 31,02 juta orang, 2011 mencapai 30,02 juta orang, 2012 mencapai 28,59 juta orang

Namun dalam praktiknya terdapat banyak hambatan dan kendala yang terjadi. Sehingga undang-undang tindak pidana pencucian ini sangat hati-hati digunakan. Bahkan sebenarnya ada dampak-dampak negative dari pencucian uang itu sendiri, meskipun jika dilihat sepintas, tidak ada korban dari pencucian uang itu. Dampak-dampak negative dari pencucian itu antara lain :

1.    memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba, para penyeludup dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya mengingat pencucian uang ini banyak dilakukan oleh para pelaku tindak pidana narkotika

2.    mengurangi pendapatan Pemerintah dari pajak mengingat tindak pidana pencucian uang ini merupakan salah satu tindakan untuk menghindari pajak sehingga merugikan bagi masyarakat yang jujur dalam membayar pajak di Indonesia.

3.    Perputaran uang di dalam masyrakat menjadi tidak seimbang.

4.    Tingkat kemiskinan dalam masyarakat Indonesia bisa meningkat.

Jadi kriminalisasi pencucian uang di Indonesia sudah tepat hanya saja masih mempunyai hambatan-hambatan baik dari segi undang-undang itu sendiri, aparatur, maupun dari kebudayaan masyarakat Indonesia sendiri.

 

BAB III KESIMPULAN

Jadi , kesimpulan dari tulisan ini :

1.    Dengan adanya kriminalisasi pencucian uang sebagai salah satu upaya untuk mencegah dan menekan tingkat kriminalitas tentu sangat bermanfaat baik dari segi masalah internasional maupun dari segi masalah nasional. Undang-undang tindak pidana pencucian uang ini merupakan salah satu solusi yang tepat untuk memberantas tindak pidana yang dilakukan secara internasional dan dapat mencegah penggunaan lembaga keuangan sebagai sarana dalam melakukan kejahatan.

2.    Dalam pelaksanaannya undang-undang pencucian uang di Indonesia ini menghadapi banyak masalah dan kendala. Masalah itu muncul dari kelemahan undang-undang itu sendiri, dari pihak aparatur, dan dari kebudayaan masyarakat Indonesia sendiri. Kelemahan undang-undang pencucian ini semakin diperbaiki dengan dilakukannya revisi undang-undang. Namun, tidak cukup dengan revisi bila aparaturnya tidak bekerja dengan integritas tinggi dan profesionalisme. Kebudayaan Indonesia yang enggan untuk menanyakan asal usul dari kekayaan seseorang turut menghambat pelaksanaan undang-undang tindak pidana pencucian uang itu sendiri.

3.    Pelatihan, penyuluhan, dan sosialisasi tentang pencucian uang masih perlu dilakukan di Indonesia. Karena masih banyak yang belum memahami arti penting akan undang-undang anti pencucian uang ini.

Selain itu, penulis juga memberikan saran dalam konteks anti pencucian uang ini, yakni :

1.     Pemerintah perlu memperbaiki kinerja penegak hukum di Indonesia

2.    Perlu dilakukannya upaya penyuluhan, pelatihan, dan sosialisasi tentang anti pencucian uang baik untuk karyawan maupun masyarakat Indonesia pada umumnya agar masyarakt Indonesia lebih professional dan berintegritas tinggi dalam mengatasi pencucian uang di Indonesia.

3.    Perlunya partisipasi masyarakat untuk memberantas aksi pencucian uang agar jalannya undang-undang anti pencucian uang tetap lancar.

4.    Perlunya kesadaran bahwa masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan rahasia keuangan pribadi di bank jika memang benar uang itu bukan hasil kejahatan.

PEMBAHASAN KASUS BANK CENTURY

 

 

BAB I. PENGANTAR

 

A.    LATAR BELAKANG

Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang dipandang sebagai sumber hancurnya pembangunan perekonomian di Indonesia. Tindak pidana korupsi ini bahkan dipandang sebagai budaya di negeri tercinta Indonesia. Berbagai usaha pemerintah untuk memberantas korupsi telah dilakukan dan sedang terus diupayakan. Namun, sampai detik ini pun masih banyak kasus korupsi yang terjadi di Negara ini. Banyaknya kasus korupsi ini pun tidak hanya berdampak pada hancurnya perekonomian nasional Indonesia, bahkan dunia internasional pun pernah memasukkan Indonesia sebagai sepuluh besar Negara terkorup di Asia.

Salah satu kasus yang sedang marak didengar dari media dan cukup popular dikalangan masyarakat sekarang ialah kasus tindak pidana korupsi dana talangan bank century. Dalam kasus ini, banyak oknum pemerintah yang memegang jabatan penting dianggap sebagai dalang dari kasus ini. Kasus ini cukup menarik untuk dibahas dan sangat penting untuk dikaji. Karena sampai sekarang, belum ada kejelasan tentang akhir dari kasus ini.

B.    RUMUSAN MASALAH

Kasus dana talangan bank century ini masih terus berlangsung. Tersangka Robert tantular pun telah dipidana dan diputus oleh pengadilaln negeri Jakarta ….  Rumusan masalah dari pembahasan ini ialah

1.    Bagaimana penerapan teori pemberantasan korupsi dalam kasus bank century ini ?

2.    Dasar hukum apa yang digunakan untuk menjerat pihak-pihak yang menjadi tersangka?

3.    Bagaimana peran lembaga pemberantasan korupsi dalam kasus ini?

 

C.   TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan tentang kasus korupsi, khususnya kasus korupsi bank century ini, ialah :

1.    Memperdalam pengetahuan tentang pemberantasan korupsi dalam teori dan praktik.

2.    Mencari fakta dan bukti yang diperlukan dalam pembuktian kasus bank century.

3.    Memahami kajian teori pemberantasan korupsi dalam praktik kehidupan sehari-hari.

4.    Memenuhi tugas mata kuliah tindak pidana khusus.

5.    Melihat keterkaitan politik dan kasus bank century.

6.    Melihat kinerja pemerintah dalam penyelesaian kasus bank century.

 

D.   MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan ini ialah:

1.    Pembaca dapat lebih memahami penerapan teori pemberantasan korupsi dalam praktik.

2.    Pembaca dapat berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.

3.    Pembaca dapat mengetahui dampak-dampak korupsi.

 

 

BAB II.  PEMBAHASAN

 

A.    KRONOLOGI SINGKAT KASUS BANK CENTURY

Setelah lama didengar dari media masa, hingga kini kasus bank century belum juga selesai. Kasus ini masih diselidiki oleh KPK. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus ini, membuat masyarakat Indonesia tidak sabar dan penasaran tentang kasus ini. Pada awal pembahasan, sangat bagus jika kita membahas terlebih dahulu tentang kronologis kasus bank century ini. Sebab, jika tidak membahas kronologis, kasus bank century ini tidak akan mudah untuk dipahami alurnya. Berikut kronologis singkat kasus bank century:

1.    1989 : Robert Tantular mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC)[1].

2.    1999 : Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas alias rights issue[2] pertama. Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia untuk mengajukan right issue ini.

3.    2003 : bank CIC diketahui sedang mengalami masalah[3]. Ditemukan banyak surat berharga valuta asing mencapai nilai 2 triliun rupiah. Valuta asing itu tidak mempunyai peringkat, berjangka panjang, bunganya rendah serta tidak mudah dijual. BI pun memberikan saran merger untuk mengatasinya.

4.    2004 : bank CIC melakukan merger dengan bank denpac dan bank pikko, sehingga terbentuklah bank century[4]. Setelah terbentuk, BI menyarankan bank century untuk menjual valuta asing tersebut, namun pemegang saham lebih memilih menjadikan valuta asing itu sebagai deposito di bank Dresdner, Swiss. Ternyata deposito yang disimpan di bank Dresdner ini sangat sulit ditagih.

5.    2005 : Budi Sampoerna menjadi salah satu nasabah terbesar Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya[5]. Selain itu, BI juga mendeteksi adanya valuta asing di bank century berjumlah 210 juta dolar Amerika[6].

6.    2008 : awal kehancuran bank century. Sebab pada saat itu, beberapa nasabah besar ingin menarik dana yang disimpan di bank century. Di antara nasabah itu ialah budi sampoerna, PT Timah Tbk, dan PT Jamsostek. Bank century pun mengalami kesulitan likuiditas[7].

7.    1 oktober 2008 : Budi Sampoerna tak dapat menarik uangnya yang berjumlah sekitar 2 triliun rupiah dari bank century. Sepekan kemudian, bos Bank Century Robert Tantular membujuk Budi dan anaknya yang bernama Sunaryo, agar menjadi pemegang saham dengan alasan Bank Century mengalami likuiditas[8].

8.    30 oktober 2008 ditemukan sekitar 56 juta dolar Amerika surat berharga valuta asing jatuh tempo dan gagal bayar.

9.    13 november 2008 : BI menggelar rapat konsulitasi melalui telekonferensi dengan Menteri Keungan Sri Mulyani, yang tengah mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang G-20 di Washington, Amerika Serikat. Budiyono selaku gubernur bank Indonesia pun membenarkan bahwa bank century tidak mampu menerima permintaan dana dari  nasabah sehingga terjadi rush( rush: terburu-buru, kesibukan).

10.  14 november 2008 : Bank Century mengajukan permohonan fasilitas pendanaan darurat dengan alasan sulit mendapat pendanaan. Budi Sampoerna setuju memindahkan seluruh dana dari rekening di Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya ke Cabang Senayan, Jakarta.

11.  17 november 2008 : Antaboga Delta Sekuritas yang dimiliki Robert Tantutar mulai default membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang di jual Bank Century sejak akhir 2007.

12.  20 november 2008 : bank century ditetapkan sebagai bank gagal dan dikirimkan surat kepada Menkeu tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Bank Century dan menyatakan perlunya penanganan lebih lanjut. Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan langsung menggelar rapat untuk membahas nasib bank century ini. Dan diketahui rasio kecukupan modal atau CAR Bank Century minus hingga 3,52 persen melalui data per 31 oktober 2008. Diputuskan, guna menambah kebutuhan modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen adalah sebesar Rp 632 miliar. Rapat tersebut juga membahas apakah akan timbul dampak sistemik jika Bank Century dilikuidasi. Dan menyerahkan Bank Century kepada lembaga penjamin.

13.  21 november 2008 : Mantan Group Head Jakarta Network PT Bank Mandiri, Maryono diangkat menjadi Direktur Utama Bank Century menggantikan Hermanus Hasan Muslim. Berdasarkan keputusan yang ditetapkan KKSK (komite kebijakan sector keuangan) dalam surat NO.04.KKSK.03/2008 bank century resmi diambil alih oleh LPS.

14.  22 november 2008 : Delapan pejabat Bank Century dicekal. Mereka adalah Sualiaman AB (Komisaris Utama), Poerwanto Kamajadi (Komisaris), Rusli Prakarta (komisaris), Hermanus Hasan Muslim (Direktur Utama), Lila K Gondokusumo (Direktur Pemasaran), Edward M Situmorang (Direktur Kepatuhan) dan Robert Tantular (Pemegang Saham).

15.  23 november 2008 : Lembaga penjamin langsung mengucurkan dana Rp 2,776 triliun kepada Bank Century. Bank Indonesia menilai CAR sebesar 8 persen dibutuhkan dana sebesar Rp 2,655 triliun. Dalam peraturan lembaga penjamin, dikatakan bahwa lembaga dapat menambah modal sehingga CAR bisa mencapai 10 persen, yaitu Rp 2,776 triliun.

16.  26 november 2008 : Robert Tantular ditangkap di kantornya di Gedung Sentral Senayan II lantai 21 dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Markas Besar Polri. Robert diduga mempengaruhi kebijakan direksi sehingga mengakibatkan Bank Century gagal kliring. Pada saat yang sama, Maryono mengadakan pertemuan dengan ratusan nasabah Bank Century untuk meyakinkan bahwa simpanan mereka masih aman.

17.  Dari bulan November hingga desember 2008 : Dana pihak ketiga yang ditarik nasabah dari Bank Century sebesar Rp 5,67 triliun.

18.  5 desember 2008 : Lembaga penjamin mengucurkan untuk kedua kalinya sebesar Rp 2,201 triliun. Dana tersebut dikucurkan dengan alasan untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank.

19.  9 desember 2008 : Bank Century mulai menghadapi tuntutan ribuan investor Antaboga atas penggelapan dana investasi senilai Rp1,38 triliun yang mengalir ke Robert Tantular.

20.  31 desember 2008 : Bank Century mencatat kerugian Rp7,8 triliun pada 2008. Aset-nya tergerus menjadi Rp5,58 triliun dari Rp14,26 triliun pada 2007.

21.  3 Februari 2009 : Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 1,55 triliun untuk menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia, atas perhitungan direksi Bank Century.

22.  1 April 2009 : Penyidik KPK hendak menyergap seorang petinggi kepolisian yang diduga menerima suap. Namun penyergarapan itu urung lantaran suap batal dilakukan. Dikabarkan rencana penangkapan itu sudah sampai ke telinga Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri[9].

23.  Pertengahan april 2009 : Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji mengeluarkan surat klarifikasi kepada direksi Bank Century. Isi surat tersebut adalah menegaskan uang US$ 18 juta milik Budi Sampoerna dari PT Lancar Sampoerna Besatari tidak bermasalah.

24.  11 mei 2009 : Bank Century keluar dari pengawasan khusus BI.

25.  29 mei 2009 : Kabareskrim Susno Duadji memasilitasi pertemuan antara pimpinan Bank Century dan pihak Budi Sampoerna di kantornya. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Bank Century akan mencairkan dana Budi Sampoerna senilai US$ 58 juta -dari total Rp 2 triliun- dalam bentuk rupiah.

26.  Juni 2009 : Bank Century mengaku mulai mencairkan dana Budi Sampoerna yang diselewengkan Robert Tantular sekitar US$ 18 juta, atau sepadan dengan Rp 180 miliar. Namun, hal ini dibantah pengacara Budi Sampoerna, Lucas, yang menyatakan bahwa Bank Century belum membayar sepeserpun pada kliennya.

27.  Komisaris Jendral Susno Duadji mengatakan ada lembaga yang telah sewenang-wenang menyadap telepon selulernya.

28.  Juli 2009 : KPK melayangkan surat permohonan kapada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit terhadap Bank Century.

29.  2 juli 2009 : KPK menggelar koferensi pers. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Riyanto megatakan jika ada yang tidak jelas soal penyadapan, diminta datang ke KPK.

30.  3 juli 2009 : Parlemen mulai menggugat karena biaya penyelamatan Bank Century terlalu besar.

31.  21 juli 2009 : Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 630 miliar untuk menutupi kebutuhan CAR Bank Century. Keputusan tersebut juga berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia atas hasil auditro kantor akuntan publik. Sehingga total dana yang dikucurkan mencapai Rp 6,762 triliun.

32.  12 Agustus 2009 : Mantan Direktur Utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim divonis 3 tahun penjara karena terbukti menggelapkan dana nasabah Rp 1,6 triliun. Dan tanggal 18 Agustus 2009, Komisaris Utama yang juga pemegang saham Robert Tantular dituntut hukuman delapan tahun penjara dengan denda Rp 50 miliar subsider lima tahun penjara.

33.  27 Agustus 2009 : Dewan Perwakilan Rakyat memanggil Menkeu Sri Mulyani, Bank Indonesia dan lembaga penjamin untuk menjelaskan membengkaknya suntikan modal hingga Rp 6,7 triliun. Padahal menurut DPR, awalnya pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3 triliun untuk Bank Century. Dalam rapat tersebut Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa jika Bank Century ditutup akan berdampak sistemik pada perbankan Indonesia. Pada hari yang sama pula, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto menyatakan bhwa kasus Bank Century itu sudah ditingkatkan statusnya menjadi penyelidikan.

34.  28 Agustus 2009 : Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah pernyataan Sri Mulyani yang menyatakan bahwa dirinya telah diberitahu tentang langkah penyelamatan Bank Century pada tanggal 22 Agustus 2008 –sehari setelah keputusan KKSK. Justru Kalla mengaku dirinya baru tahu tentang itu pada tanggal 25 Agustus 2008.

35.  10 September 2009 : Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Sugeng Riyono memutus Robert Tantular dengan vonis hukuman 4 tahun dengan denda Rp 50 miliar karena dianggap telah memengaruhi pejabat bank untuk tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

36.  30 September 2009 : Laporan awal audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Bank Century sebanyak 8 halaman beredar luas di masyarakat. laporan tersebut mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan serius di balik penyelamatan Bank Century dan ada dugaan pelanggaran kebijakan dalam memberikan bantuan ke Bank Century.

37.  2 Oktober 2009 : Nama Bank Century diganti menjadi Bank Mutiara.

38.  21 Oktober 2009 : Akibat kejanggalan temuan BPK tersebut, Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung membentuk tim kecil untuk menggulirkan hak angket guna mengkaji kasus Bank Century. Lima hari kemudian, wacana pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR untuk mengusut kasus Bank Century menjadi perdebatan di DPR.

39.  12 November 2009 : 139 anggota DPR dari 8 Fraksi mengusulkan hak angket atas pengusutan kasus Bank Century.

Demikianlah kronologi singkat dari kasus bank century ini. Lalu timbul pertanyaan apa hubungan kasus bank century ini dengan korupsi?

 

B.    BANK CENTURY DAN KORUPSI

 

Dari pembahasan kronologi singkat itu, hubungan bail out bank century dan korupsi cukup sederhana. Seperti yang kita ketahui, korupsi adalah tindak pidana yang merugikan keuangan Negara atau penyelewengan atau penggelapan uang Negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Tindak pidana secara sederhana dapat diartikan sebagai salah satu pelanggaran terhadap hukum yang berlaku. Jadi dalam konteks bank century dan korupsi, hubungannya  dikaitkan oleh kerugian Negara dan pelanggaran hukum yang terjadi, serta aliran dana dari bail out ini apakah benar-benar digunakan untuk kepentingan penyelamatan keuangan Negara atau untuk kepentingan beberapa pihak tertentu saja. Dalam perundang-undangan dijelaskan dalam pasal 2 UU No. 31 tahun 1999  menyatakakan “ setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau koorporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara…..”. Sedangkan Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 menyatakan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara..”. namun dalam kasus bank century ini, sudah jelas bahwa Negara dirugikan dengan bukti bahwa BPK telah menemukan pelanggaran hukum terkait pengambilan keputusan bail out. Pihak yang diuntungkan ialah bank century atau merupakan koorporasi yang dalam undang-undang juga disebutkan dapat menjadi subyek hukum korupsi. namun yang menjadi permasalahan ialah unsur melawan hukum. untuk menentukan unsur melawan hukum harus ditentukan actus reus dan mens rea dari setiap pelaku. Actus reus tidak menjadi persoalan karena tindakan keputusan bail out itu dengan sendirinya menjadi actus reus dari pelaku dan temuan pelanggaran hukum dalam pengambilan keputusan sebagai bukti. Sedangkan unsur mens rea atau unsur mental atau maksud jahat dari pelaku dalam kasus inilah yang sangat sulit dibuktikan. Sampai saat ini pun masih terjadi banyak perdebatan mengenai unsur mens rea yang terjadi dalam kasus bail out bank century ini.

Kasus bank century ini ramai dibahas di media, alasannya cukup sedeharna, yakni mantan gubernur Bank Indonesia, Budiono, yang pada saat itu juga menjadi wakil presiden sampai sekarang  dikait-kaitkan dengan kasus ini. Dari beberapa diskusi dalam media, diketahui bahwa masalah utama dalam kasus bank century  ini ialah keputusan bail out bank century yang kontroversial. Kontroversi ini menimbulkan perdebatan.

  Pihak yang pro dengan bail out bank century menilai bahwa ada kemungkinan jika bank century ditutup maka ada potensi akan berdampak sistemik terhadap bank-bank lain yang berujung pada kemungkinan terjadi kembali situasi rush atau situasi krisis ekonomi seperti pada tahun 1998. Sedangkan pihak yang kontra terhadap keputusan bail out ini menyatakan bahwa tidak logis atau tidak mungkin terjadi dampak sistemik pada bank-bank lain jika bank century ditutup karena situasi ekonomi 1998 jelas berbeda dengan situasi ekonomi 2008. Dari uraian ini, tidak tampak adanya korupsi dalam kasus bank century. Karena perdebatannya ialah tentang kemungkinan yang bisa saja terjadi. Namun, dalam perdebatan ini, sudah muncul kecurigaan terhadap keputusan bail out tersebut. kecurigaan ini terkait adanya kemungkinan penyalahgunaan wewenang karena jabatan yang dapat merugikan Negara. Kecurigaan ini sangat kuat, sehingga selalu dibahas media, apa lagi dana yang dikeluarkan untuk bail out ini membengkak dari 600 hingga 800 milyar menjadi 6,7 triliun. Selisih angka yang sangat tidak masuk akal jika kita mempertimbangkan keputusan bail out yang sudah dipertimbangkan oleh orang-orang berpendidikan. Selain itu, jika bank century ditutup, maka dana yang diperlukan ialah 5,3 triliun. Selisih yang juga tidak sedikit yakni 1 triliun lebih dari dana bail out yang keluar.

Saat itu, belum terlihat jelas adanya pelanggaran hukum dalam kebijakan bail out itu. Namun, dengan selisih dana yang cukup besar, muncul kecurigaan atas indikasi adanya pelanggaran hukum dalam kasus bank century itu. Indikasi ini langsung ditanggapi oleh berbagai pihak, antara lain KPK, DPR, dan BPK. Dalam kasus ini, KPK berperan untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga pemberantasan korupsi. Sedangkan DPR sebagai badan pengawas terhadap lembaga penegak hukum dalam hal ini komisi 3 , yang juga dibentuk tim panwas untuk mengawasi proses penyelesaian bank century. BPK dalam kasus ini menjalankan kewajibannya sebagai badan yang harus mengaudit keuangan dalam kasus bank century dan menemukan beberapa pelanggaran hukum dalam kasus ini.

Sejauh ini KPK telah menjadikan dua orang tersangka terhadap kasus ini, yakni mantan Deputi Gubernur BI Siti Chailimah Fadjriah yang sprindiknya belum terbit dengan alasan bahwa siti chailimah fadjriah sedang sakit, dan mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya terkait pemberian FPJP(fasilitas pendanaan jangka pendek). Keduanya dijerat dengan pasal penyalahgunaan kewenangan pada pasal 3 Undang-Undang (UU) No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seperti yang diubah pada UU No.20/2001 dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Selain dua tersangka itu sudah ada nama robert tantular yang telah berada dalam jeruji besi. Robert Tantular dijatuhi hukuman pidana 9 tahun dan denda Rp 100 miliar subsider kurungan pengganti 8 bulan penjara. Dalam salinan dokumen putusan sidang kasasi yang ada, Robert terbukti secara meyakinkan melakukan tindak pidana perbankan dan dijerat pasal 65 ayat 2 KUHP. Awalnya, Robert hanya diberikan sanksi 4 tahun saja di pengadilan negri, sedangkan di pengadilan tinggi Robert divonis 5 tahun, dan saat kasasi diberikan putusan 9 tahun. Pertimbangan majelis hakim untuk menambah masa hukuman penjara dari 4 tahun menjadi 9 tahun, karena Robert Tantular telah melakukan gabungan praktek perbankan yang tidak sehat. Akibat tindakannya itu ialah telah menimbulkan rasa tidak percaya masyarakat.

Pada jumat, 31 mei lalu, tim panwas menyerahkan dokumen baru[10] kepada KPK yang dinilai sebagai bukti keterlibatan lima dewan gubernur dan gubernur bank Indonesia saat itu. Dokumen itu merupakan dokumen tentang rapat dewan gubernur pada tanggal 20 november 2008 lalu terkait pengambilan keputusan berdampak sistemik atau tidaknya jika bank century ditutup. Menurut Akbar Faisal, mantan anggota Dewan dan Timwas Ada transkrip, ada matrik, analisis. Kurang lebih 25 lembar yang menyatakan 3 substansi penting, yakni: pertama, ada manipulasi situasi dan kondisi saat rapat dewan gubernur pada tanggal 20 november 2008. Kedua, ada penyembunyian informasi oleh bank Indonesia karena dokumen-dokumen ini belum pernah dibuka. Ketiga ialah beberapa rekaman transkrip pembicaraan rapat dewan gubernur. Menurut Akbar, dalam rekaman transkrip itu dijelaskan belum ada kriteria penting yakni psikologi pasar untuk menentukan dampak sistemiknya jika bank century ditutup. Menurutnya psikologi pasar inilah kriteria yang seharusnya menjadi kriteria  terpenting dalam  mengambil keputusan pada 20 november 2008 itu. Sehingga ia menyatakan bahwa semua yang hadir dalam rapat dewan gubernur saat itu terlibat dalam kasus bank century. Sedangkan yang hadir saat itu ialah Miranda Swaray Goeltom, Muliaman Hadad, Siti Fadjrijah, almarhum Budi Rochadi, Budi Mulya, dan pimpinan rapat saat itu, Gubernur BI Boediono. Keterlibatan mantan Gubernur BI boediono juga menurut DPR sangat kuat karena adanya surat kuasa yang diberikan oleh boediono kepada direktur BI untuk membail out bank century[11].

Dalam perkembangan terbaru, terjadi perdebatan lagi tentang pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK terhadap Sri Mulyani dan Galoeh Andita Widorini oleh berbagai pihak. Seperti yang  telah diketahui bahwa sekarang Sri Mulyani berada di Washington D.C dan Galoeh sebagai mantan pengawas bank century dan staf Deputi Gubernur Bank Indonesia di Australia. Menurut beberapa pihak terjadi ketidak adilan dalam pemeriksaan terhadap sri mulyani sebab sri mulyani diperiksa di Washington D.C. Sedangkan saksi lain dipanggil dan diperiksa di kantor KPK di Indonesia. Untuk menjawab perdebatan ini, mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua menyatakan bahwa, status Sri Mulyani belum menjadi saksi, sehingga tidak ada hak paksa dari KPK untuk memanggil Sri Mulyani untuk diperiksa di kantor KPK, melainkan karena status Sri Mulyani masih terperiksa sehingga KPK yang harus menghampiri Sri Mulyani di Washington. Status terperiksa ini jelas menjadi jawaban atas perdebatan ini.

Dari pemeriksaan tersebut, KPK mengungkapkan bahwa ada fakta-fakta baru yang diberikan oleh Sri Mulyani terkait kasus bank century ini yang bisa menjerat berbagai pihak. Bahkan fakta baru itu disebut-sebut dapat membongkar actor intelektual dibalik keputusan bail out bank century. Fakta ini dinilai KPK sebagai perkembangan, bahkan wakil ketua KPK Bambang Widjajanto menyatakan,” ada perkembangan yang memuaskan”[12]. Namun hingga kini perkembangan tersebut tidak bisa diberitakan ke masyarakat umum, tetapi harus diproses saja.

Lalu, bagaimana sebenarnya proses terjadinya korupsi dalam kasus bank century ini? Menurut ketua KPK Abraham Samad, modus yang digunakan dalam perkara dugaan korupsi ini sangat canggih[13]. Kecanggihan ini terlihat dari cara pengalihan dalam konteks pemberian dana talangan terhadap bank-bank yang terlibat dalam perkara ini. Prosesnya ialah bank-bank yang sudah dinyatakan tidak mampu diperintahkan untuk mengembalikan suntikan dana dari pemerintah dengan memberikan aset-asetnya kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Oleh BPPN aset-aset itu kemudian dijual kembali, tetapi dalam kasus ini BPPN menjualnya dengan harga murah atau harga di bawah pasar. Pembeli aset-aset itu ialah perusahaan luar negri yang ternyata jika diselidiki, perusahaan itu sama dengan perusahaan yang menyerahkan aset-aset itu. Jadi aset-aset itu seakan telah diserahkan tetapi kembali lagi kepada orang yang berkewajiban menyerahkan aset itu. Inilah manipulasi yang merugikan Negara hingga triliunan rupiah.

Cara-cara canggih inilah yang membuat korupsi disebut sebagai kejahatan yang dilakukan kerah putih. Kerah putih dalam arti bahwa kejahatan korupsi dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan atau jabatan penting dalam Negara dan notabene merupakan orang-orang yang berpendidikan tinggi, sehingga dapat mencari kelemahan undang-undang untuk melakukan kejahatan dan atau mencari perlindungan undang-undang lain untuk melakukan pelanggaran terhadap aturan yang diatur oleh undang-undang lain.

 

C.   Pendapat penulis

Hampir tepat lima tahun sudah kasus bank century ini berjalan, namun belum ada kepastian akan selesainya kasus ini. Banyak beredar kabar bahwa kasus century ini sebenarnya hasil dari politik mengingat banyaknya terjadi perdebatan antara pejabat politik dalam kasus ini[14]. Sangat sulit untuk menemukan bukti akan adanya hubungan politik dengan kasus bank century ini. Namun, secara sederhana dapat dijelaskan bahwa keputusan bail out bank century dilakukan oleh pemerintah. Karena dilakukan oleh pemerintah, maka keputusan itu menjadi kebijakan public di Indonesia. Dan kebijakan public merupakan salah satu objek mendasar dalam ilmu politik. Dengan kata lain, kasus bank century rawan dengan isu politik. Sehingga, merupakan suatu hal yang wajar jika orang mengaitkan kasus bank century ini dengan politik. Namun, penjelasan ini tidak serta merta menyatakan bahwa kasus bank century secara nyata dipengaruhi oleh politik. Oleh Karen itu dibutuhkan fakta-fakta sebagai bukti petunjuk bahwa kasus bank century ini benar-benar berhubungan dengan politik. Tetapi menurut saya sebagai penulis, kasus bank century bukan merupakan hasil politisasi karena terlepas dari adanya politisasi atau tidak, keputusan bail out tetap akan menjadi kebijakan public. Tetapi dalam kaitannya dengan proses penyelesaian kasus bank century ini, terjadi banyak hal yang mengarahkan pandangan public bahwa kasus ini berhubungan erat dengan politik. Hal ini terlihat cukup jelas dari pandangan masyarakat yang melihat bahwa ada beberapa pejabat yang menggunakan dana talangan bank century untuk kepentingan politik mereka. Dengan terbentuknya opini public ini, sebenarnya sudah cukup jelas bahwa kasus bank century ini sudah menjadi isu politik. Selain itu bukti nyata adanya keterkaitan politk dalam kasus century ini ialah, saat adanya pemilihan antara opsi A dan opsi C untuk penyelesaian kasus century ini. Dimana opsi A lebih memilih diselesaikan secara polirik dan opsi C diselesaikan dengan cara hukum yang berlaku.

Selain melihat dari sisi keterkaitan politik dalam kasus bank century ini, penulis ingin berpendapat juga tentang perdebatan yang terjadi mengenai dampak sistemik dalam kasus bank century. Menurut data yang ada[15] , pada tahun 2008 memang sedang terjadi krisis ekonomi global. Sehingga Indonesia pun terkena dampaknya, yakni saat itu Indonesia juga mengalami krisis ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan turunnya nilai kurs dan nilai aset-aset saham dan bahkan surat utang Indonesia pada saat itu. Terlepas dari bermasalah atau tidaknya bank century, beberapa pihak di antaranya mantan wakil presiden Jusuf Kalla  menilai bahwa bank century adalah bank yang kecil, sehingga jika ditutup maka tidak mungkin mengakibatkan dampak sistemik terhadap bank-bank lain. Apa lagi saat rapat panwas pada 19 september 2012, Jusuf Kalla menegaskan bahwa dari rekaman rapat keputusan bail out pada November 2008, sama sekali tidak disebutkan kata sistemik dalam rapat tersebut. Dan dalam keputusan rapat keputusan bail out itu tidak disebutkan dalam putusan rapat tentang kata sistemik[16]. Menurut penulis perdebatan mengenai kemungkinan ini tidak akan menemukan kebenaran akan motif dari pengambil keputusan bail outnya century. Sebab, perdebatan ini berbicara tentang kemungkinan saja. Sehingga, apapun bisa terjadi. Namun, sebenarnya situasi ekonomi saat itu, memang secara nyata sudah menjelaskan jika bank century itu ditutup, terlepas dari penilaian bahwa bank century itu merupakan bank yang kecil,  maka  akan tetap berdampak sistemik terhadap bank-bank lain. Tetapi, seharusnya dalam rapat pengambilan keputusan bail out century tetap harus disebutkan dan seharusnya tetap dijelaskan tentang dampak sistemik itu sendiri. Karena rekaman rapat saat itu bisa dijadikan antisipasi bukti terhadap masalah yang timbul.

Menurut penulis, masalah pokok bank century yang ingin dibahas pemerintah bukanlah tentang kemungkinan dampak sistemik bank century, melainkan masalah pembengkakan dana talangan terhadap bank century ini. Sebab bank CIC yang merupakan awal mula terbentuknya bank century memang sudah bermasalah dan masih dibantu oleh BI dengan saran merger yang membentuk bank century. Masalah bank CIC dan merger yang dilakukan, tidak pernah dibicarakan ke public dan bahkan tidak pernah dibahas dalam pemerintahan. BI pun tidak pernah diberikan sanksi karena sarannya itu. Namun jika dilihat dari sis positif, pemerintah sudah menunjukan peningkatan kinerja dengan membahas dampak sistemik yang dapat menjadi salah satu bukti kesalahan dalam pengambilan keputusan bail out. 

Menurut penulis, pemerintah lebih tertarik terahadap selisih dana yang diperkirakan dengan dana yang dikeluarkan. Apa lagi aliran dana itu masih misteri hingga sekarang. Dana talangan yang awalnya diperkirakan hanya mencapai angka 600-an milyard membengkak menjadi 6,7 triliun. Berkaitan dengan pembengkakan dana ini, menurut penulis ada dua kemungkinan penyebabnya, yakni :

1.    Kinerja aparatur Negara maupun aparatur swasta yang terkait pemberian dana talangan ini memang sangat buruk dan lalai dalam menjalankan tugas sehingga perkiraan yang awalnya bernilai milyaran rupiah membengkak menjadi triliunan rupiah.

2.    Pembengkakan dana talangan ini memang sengaja dibuat dan disembunyikan untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu.

Dari dua kemungkinan ini, semua pihak terkait memang tetap akan terkena sanksi jika terbukti lalai ataupun sengaja. Hanya saja jika terbukti lalai menjalankan tugasnya maka sanksinya lebih ringan. Dengan kata lain, kemungkinan kedua menjadi kemungkina terburuk bagi pihak yang terkait dengan kasus ini. Sejauh ini kinerja DPR, KPK, dan BPK sudah sangat bagus. Hal ini terlihat dari pembentukan tim pansus oleh DPR dan timwas, penemuan pelanggaran hukum oleh BPK, dan kemajuan penemuan telah adanya tersangka dari penyidikan KPK. Hanya saja dalam prosesnya banyak terjadi masalah-masalah lain yang menghambat proses penyelesaian kasus century ini, antaranya : kasus yang menjerat beberapa pengurus KPK terdahulu  baik bibit-chandra maupun antashari azhar.

Dalam penyelesaian kasus ini, baik DPR maupun KPK , lebih mencari kemungkinan kedua yakni kesengajaan terkait kesalahan dalam pemberian dana talangan bank century. Namun, kendala yang paling nyata dalam proses ini ialah pencarian bukti-bukti dan fakta-fakta yang dapat membuktikan unsur mens rea dari pelaku-pelaku kasus century ini. Sehingga membutuhkan waktu yang lama (1sampai 2 bulan) untuk memeriksa satu saksi.

Dengan demikian, pendapat penulis lebih melihat dari sisi hubungan politik, persoalan pokok, dan kinerja pihak-pihak terkait dalam kasus ini, serta penyelesaian kasus ini yang sangat sulit sehingga memakan waktu yang lama.

 

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari kasus ini ialah persoalan dana talangan ini memang sangatlah rumit untuk diselesaikan. Sehingga untuk menyelesaikan kasus ini, diperlukan waktu yang cukup lama. Namun banyaknya kepentingan politik yang menghampiri kasus ini membuat kasus ini juga kadang meredup di media dan tiba-tiba kembali popular dibahas. Mungkin kembali populernya kasus ini pada tahun ini karena tahun ini merupakan tahun politik menjelang pemilu 2014. Sehingga ada kemungkinan munculnya kasus ini untuk menjatuhkan pihak-pihak lain dan mengangkat nama pihak lain. Saran dari penulis ialah hanya mengenai konsistensi pihak-pihak yang berkaitan dalam mengurus penyelesaian kasus century ini. Dan apresiasi dari penulis bagi mereka yang secara konsisten mengurus penyelesaian kasus ini.

Dan semoga dengan ditemukannyafakta baru dari Sri Mulyani benar-benar menjadi pintu masuk penyelesaian kasus ini oleh penegak hukum. SEMOGA!

 

 

 


[2]  Right issue merupakan salah satu cara yang digunakan oleh emiten untuk meningkatkan jumlah modal yang disetorkan dengan memberikan penawaran terlebih dahulu kepada pemegang saham lama untuk menambah modalnya di perusahaan tersebut. Jika seorang investor tidak menggunakan hak tersebut maka ia dapat menjual hak tersebut sehingga muncul periode right issue. Sedangkan Emiten adalah sebutan untuk perusahaan yang melakukan emisi alias menerbitkan dan menjual saham atau obligasi (dan produk investasi turunannya) kepada masyarakat umum. Berkaitan dengan uji kelayakan oleh bank Indonesia terhadap Robert Tantular iin, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, antara lain :

1)      Harus disetujui oleh RUPS

2)      Harga pelaksanaan right issue tidak boleh lebih dari  nilai nominal

3)      Dalam peraturan bapepam tentang hak memesan efek terlebih dahulu yang menyatakan baheea emiten harus melaporkan kepada bapepam tentang rencana right issue selambat lambatnya 28 hari sebelum RUPS.

[7] Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Likuiditas)