BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang sering menjadi headline di media-media Indonesia sekarang. Pembahasan mengenai korupsi tak pernah habis sejak terjadinya reformasi di Indonesia. Pembahasan ini bahkan sepertinya telah menjadi perbincangan sehari-hari dalam masyrakat Indonesia. Menghadapi hal ini, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Berbagai upaya pun telah dilakukan. Salah satu upaya ialah dengan merevisi berbagai undang-undang tentang tindak pidana korupsi. Bahkan upaya ini dilakukan hingga menaikkan gaji para pejabat Negara.
Banyaknya upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia menjadi tanda bahwa Indonesia sedang serius ingin memberantas tindak pidana korupsi ini. Namun, dipandang dari sisi lain, banyaknya upaya ini menjadi bukti konkret bahwa di Indonesia sedang terjadi banyak kasus korupsi. Kasus korupsi ini membuat masyarakat Indonesia sendiri menjadi kurang percaya terhadap pemerintah Indonesia. Banyaknya pemberitaan di media mengenai demo di berbagai daerah di Indonesia menjadi bukti ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhapap pemerintah sejak kemerdekaan Indonesia.
Angka korupsi di Indonesia ternyata tidak hanya menarik perhatian nasional saja, dunia internasional pun meletakkan Indonesia pada urutan ke 118 dari 174 negara yang terdaftar dalam indeks persepsi korupsi. hal ini dimuat dalam situs resmi versi transparansi internasional tahun 2012 lalu. Namun, jika mengacu pada poin tiap Negara, maka Indonesia berada pada peringkat 56 negara terkorup di dunia. Indonesia hanya terpaut 24 poin dari Somalia yang menjadi Negara terkorup di dunia. Sementara itu, 54 poin merupakan jarak antara Indonesia dengan Denmark yang merupakan Negara paling bersih dari korupsi. pemberitaan ini dimuat dalam situs republika.co.id.
Sementara kerguian Negara akibat korupsi ini diperkirakan mencapai mencapai Rp39,3 triliun sepanjang 2004-2011. Pada 2011 terdapat 436 kasus korupsi dengan jumlah tersangka 1.053 orang dengan kerugian Rp2,169 triliun. Satu hal menarik pada tahun 2011 ini, pelaku korupsi berjumlah 239 orang berlatar belakan sebagai pegawai negeri sipil, 190 berasal dari pimpinan atau direktur perusahaan swasta dan 99 orang berasal dari DPRD / DPR. Tentu saja , daftar ini sangat mengerikan bagi masyarakat Indonesia. Sementara pada tahun 2013 ini, terjadi berbagai kasus korupsi yang muncul di media. Dari simulator sim hingga kasus hambalang kian gencar muncul dalam pemberitaan.
Menurut situs kompasiana, telah banyak terjadi kasus korupsi di kantor pajak yang merupakan sumber utama anggaran Negara. Ada pun kasus-kasus yang telah terdaftar :
1. Yudi Hermawan dkk dari Kantor Pelayanan Pajak Karawang yang diduga menerima suap dari wajib pajak PT first media Tbk.
2. Eddy Setiadi dkk dari Kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak Jawa Barat yang menerima suap dari Bank Jabar
3. Gayus Tambunan dkk dari direktorat keberatan dan banding yang diduga merugikan negara dalam penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal
4. Bahasyim Assifie ytang menerima suap dari kartini mulyadi (lawyer)
5. Dhana Widyamika dkk dari Kantor Pelayanan Pajak Pancoran dan Palmerah yang diduga menerima suap dari PT Kornet Trans Utama dan PT Mutiara Virgo
6. Tommy Hindratno yang menerima suap dari konsultan pajak PT Bhakti Investama
7. Anggrah Suryo yang menerima suap dari PT Gunung Emas Abad.
Kasus-kasus tersebut tentu merupakan suatu hal yang ironis. Para pegawai pajak yang seharusnya menjadi orang-orang yang pantas dipercayai rakyat Indonesia malah menjadi dalang dari kasus korupsi. banyaknya kasus ini membuat masyarakat berpikir bahwa kasus korupsi di Indonesia “mustahil” untuk diberantas.
Berbagai macam kasus inilah yang menjadi bukti bahwa kasus dan penyelesaian tindak pidana korupsi ini perlu ditinjau kembali.
B. Rumusan Masalah
Tindak pidana korupsi telah lama dikriminalisasikan di Indonesia. Sejak disahkannya undang-undang tindak pidana korupsi telah terjadi banyak tindakan revisi terhadap undang-undang tentang tindak pidana korupsi itu sendiri. Namun hingga kini masih terlihat banyak kasus korupsi yang diberitakan media. Hasil revisi undang-undang itu seolah tak bermanfaat apapun dalam perkembangan kasus korupsi di Indonesia. Dari uraian singkat ini, muncul berbagai pertanyaan yang mungkin bisa merumuskan permasalahan tentang korupsi ini. Yakni:
1. Bagaimanakah peran pemerintah Indonesia dalam pemberantasan tindak pidana korupsi?
2. Bagaimana penerapan aturan tentang tindak pidana korupsi di Indonesia?
3. Bagaimana kesiapan masyarakat Indonesia dalam menghadapi kasus korupsi yang sering terjadi di Indonesia ?
4. Solusi apa yang dipandang tepat dalam pemberantasan kasus korupsi di Indonesia?
5. Apa dampak-dampak tindak pidana korupsi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini ialah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah tindak pidana khusus.
2. Memahami lebih jauh tentang tindak pidana korupsi.
3. Mengetahui dan meninjau kembali upaya-upaya pemberantasan korupsi.
4. Partisipasi penulis sebagai mahasiswa dan sebagai warga Negara Indonesia
5. Mencari solusi tepat untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
6. Mengetahui dampak-dampak korupsi
D. Manfaat Penulisan
Ada berbagai manfaat bagi bagi seorang pembaca untuk satu tulisan sederhana yang dibacanya. Namun, setidaknya ada beberapa manfaat yang menurut penulis dapat diambil oleh pembaca dalam tulisan singkat tentang tindak pidana korupsi ini, yakni:
1. Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang tindak pidana korupsi.
2. Pembaca dapat mengetahui dan memahami pentingnya pemberantasan tindak pidana korupsi yang sering terjadi di Indonesia.
3. Pembaca dapat bekerja sama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
4. Pembaca dapat memahami dampak-danpak tindak pidana korupsi.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Korupsi adalah:
1).Penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
2).menyelewengkan; menggelapkan (uang dsb).
Korupsi sebenarnya berasal dari kata bahasa Latin yakni corruptio, dari kata kerja corrumpere yang memiliki arti busuk, rusak, menyogok, menggoyahkan, memutarbalik. Secara harafiah, korupsi berarti kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang memfitnah. Sedangkan definisi korupsi secara singkat ialah penyalahgunaan uang Negara (perusahaan, dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau kepentingan orang lain. Namun dalam perkembangannya, masyarakat Indonesia tidak hanya memandang korupsi dalam arti yang konvensional saja, tetapi dalam pandangan masyarakat Indonesia juga memandang korupsi mencakup politik dan administrative. Misalnya saja, dengan memanfaatkan kedudukannya, seorang pejabat menguras uang pembayaran tidak resmi dari orang lain.
Tindakan korupsi merupakan tindak pidana yang biasa dilakukan dengan motif kepuasan ekonomi bagi pelaku. Kepuasan ini bergantung pada pelaku, sejauh mana ia merasa puas dengan keadaan ekonominya menjadi ukuran alasan mengapa seorang berani melakukan tindak pidana korupsi. bahkan tindak pidana korupsi ini telah termasuk dalam politik. Menurut situs Wikipedia Indonesia, dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Perbuatan melawan hukum,
2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
B. Macam–macam korupsi
B.1. Korupsi Berdasarkan motif
Tindak pidana korupsi dilakukan dengan berbagai alasan. Alasan yang paling logis dan mudah ditebak ialah alasan kepuasan ekonomi bagi pelaku. Namun dalam penyelidikannya ternyata ada berbagai motif dan alasan dari koruptor untuk melakukan tindak pidana itu.
Berdasarakan motif para koruptor, korupsi pun dibagi menjadi beberapa bentuk, yakni:
1. Corruption by Greed
Tidak semua koruptor melakukan tindak pidana korupsi karena keserakahannya. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh koruptor dalam konteks corruption by greed ini , dilakukan karena alasan keserakahan dari pelaku korupsi. keserakahan pelaku korupsi ini berkaitan dengan rakusnya koruptor ini. Artinya koruptor ini bisa saja sudah memiliki harta yang banyak namun karena kerakusannya ia tetap melakukan tindak pidana korupsi. bagi koruptor yang melakukan tindak pidana ini, meski hatanya sudah terbilang mencukupi, namun ia masih ingin menambah hartanya karena merasa hartanya itu masih belum cukup.
2. Corruption by Opportunities
Dalam menetapkan undang-undang tertentu , tentu pasti terdapat kelemahan dan kelebihan dari undang-undang itu jika ditelaah lebih jauh. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh koruptor dengan motif ini. Dengan kata lain koruptor ini, melakukan tindak pidana korupsi karena adanya peluang dari kelemahan-kelemahan undang.
Meskipun undang-undang itu sempurna, pelaksanaan undang-undang itu pun belum tentu sempurna. Ketidaksempurnaan ini bisa saja terjadi baik dari sisi pengawasannya maupun dari biorokrasi yang belum jelas. Celah-celah inilah yang dimanfaatkan oleh pelaku korupsi ini.
3. Corruption by Need
Dalam situasi ekonomi yang tidak memuaskan orang dapat melakukan tindakan yang bahkan dirinya sendiri belum siap untuk melakukan tindakan itu. Demi memenuhi kebutuhan ekonomi orang dapat melakukan apapun. Dalam konteks ini, koruptor melakukan tindak pidana korupsi karena memang sungguh-sungguh membutuhkan, sehingga ia melakukan tindak pidana korupsi dengan keadaan yang terpaksa.
4. Corruption by Exposures
Ada berebagai macam sanksi dalam tindak pidana korupsi. namun, ada sanksi-sanksi yang dirasakan kurang berat. Sanksi-sanksi yang kurang berat ini kemudian menjadi motivasi bagi koruptor untuk melakukan aksinya. Sanksi-sanksi yang kurang tegas dipandang sebagai peluang, sehingga meskipun telah berulang kali ditahan dan dihukum, pelaku tetap ingin kembali melakukan perbuatan korupsi.
B.2. Korupsi Berdasarkan undang-undang
Sedangkan dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dijabarkan dalam 13 pasal, korupsi dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yakni:
1. Merugikan keuangan negara;
2. Suap-menyuap;
3. Penggelapan dalam jabatan;
4. Pemerasan;
5. Perbuatan curang;
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan;
7. Gratifikasi.
7 jenis korupsi ini sebenarnya telah diperinci lagi menjadi 30 jenis tindak korupsi dan Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi berjumlah 6 jenis.
B.3. Korupsi Berdasarkan cara
Selain itu, ada pula macam-macam tindak pidana korupsi yang dikategorikan berdasarkan cara-cara koruptor itu dalam melakukan tindak pidana korupsi. jenis-jenis korupsi itu antara lain:
1. korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi antara dua pihak dalam bentuk kesepakatan, dimana yang memberi dan yang diberi sama-sama mendapatkan keuntungan.
2. korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang dilakukan dengan pemaksaan oleh pejabat, sebagai pembayaran jasa yang diberikan kepada pihak luar, si pemberi tidak ada pilihan lain selain melakukan hal yang dipaksakan.
3. korupsi investif, yaitu korupsi yang dilakukan seorang pejabat dengan cara menginvestasikan sesuatu karena adanya janji atau iming-iming yang akan didapatnya di masa yang akan dating.
4. korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena adanya perlakuan khusus bagi keluarganya atau teman dekat atas sesuatu kesempatan mendapatkan fasilitas.
5. korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan, dengan jalan memberikan informasi kepada pihak luar yang sebenarnya harus dirahasiakan.
6. korupsi suportif, yaitu korupsi yang dilakukan secara berkelompok dalam satu bagian atau divisi dengan tujuan untuk melindungi tindak korupsi yang mereka lakukan secara kolektif.
C. Sebab-sebab Korupsi
Korupsi tentu dilakukan dengan alasan yang beraneka ragam. Setiap koruptor mempunyai alasannya masing-masing jika berkaitan dengan pertanyaan mengapa mereka melakukan korupsi. namun secara garis besar ada beberapa kesamaan. Kesamaan-kesamaan itu kemudian dirangkum menjadi:
1. Keadaan ekonomi yang tidak memuaskan, termasuk gaji yang kurang memuaskan.
2. Kurangnya sumber daya manusia yang mempunyai sikap profesionalitas dan integritas yang tinggi
3. Lemahnya kepemimpinan dalam suatu oraganisasi atau struktur sehingga pengawasan terhadapa bawahan menjadi lemah.
4. Kurangnya tindakan hukum yang tegas. Sanksi-sanksi dan aturan-aturan yang tidak tegas membuat koruptor tidak akan merasa jera dalam melakukan tindakan yang sama, yakni korupsi.
5. Kurangnya kebebasan berpendapat di Indonesia. Kebebasan berpendapat di Indonesia masih dikekang oleh banyak pihak.
6. Kurangnya transparansi dalam hukum Indonesia. Transparansi ini mencakup juga keadaan ekonomi para pejabat yang tidak jelas asal usulnya.
7. Masyarakat yang kurang berpartisipasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. masyarakat Indonesia juga berpendidikan rendah sehingga mudah dibohongi dan bahkan tidak tertarik untuk memberantas korupsi.
8. Kurangnya seminar atau sosialisasi tentang dampak negative korupsi dan kurangnya control social dalam pemberantasan korupsi.
D. Cara Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Korupsi merupakan satu tindak pidana yang sudah meraja lela di Indonesia. Tentu hal ini membuat kita merasa sulit untuk memberantas tindak pidana korupsi. namun, sebenarnya semua tindak pidana tidak akan sulit diberantas jika kita semua sadar akan pentingnya patuh terhadap aturan dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tapi tentu saja, sebagai manusia normal, kita tentu pasti melakukan kesalahan entah disengaja atau tidak.
Namun , secara realistis , tindak pidana di Indonesia tentu sangat sulit untuk diberantas. Bahkan tidak sedikit yang berpendapat bahwa tindak pidana korupsi ini sudah mustahil untuk diberantas. Meskipun seolah menjadi mustahil bagi sebagian orang, tentu pencegahannnya harus tetap dipertahankan dan dilakukan.
Pencegahan ini dilakukan dengan tahap pendekatan sebagai tahap awal. Pendekatan-pendekatan itu harus dilakukan dengan memperhatikan motif dan alasan terjadinya tindak pidana korupsi itu. Pendekatan-pendakatan itu ialah:
1. Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi.
2. Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi
3. Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Setelah mendapatkan pendekatan yang tepat, maka tahap kedua yang perlu dilakukan ialah dengan menetukan strategi yang tepat untuk memberantas korupsi. ada beberapa strategi dalam pemberantasan korupsi, antaranya:
1. strategi preventif
Strategi ini menjurus kepada alasan orang melakukan tindak pidana korupsi., terlepas itu peluang dari kelemahan aturan ataupun karena keadan ekonomi. Dengan kata lain, strategi ini mencegah sejak munculnya keadaan-keadaan yang mendukung terjadinya korupsi. strategi ini cukup merepotkan karena diperlukan banyak pihak untuk bisa bekerja sama dalam rangka mencapai kesuksesan strategi ini.
2. Strategi deduktif
Strategi ini dilakukan bila tindak pidana korupsi ini sudah terlanjur terjadi. Dengan menggunakan strategi ini, diharapkan tindak pidana korupsi dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya. Dengan demikian struktur kenegaraan harus jelas dan profesionalitas serta integritas dari aparatur harus di atas standar. Strategi ini membutuhkan ketegasan dalam pemberian sanksi dan disiplin dari penegak hukum. dalam situasi seperti ini, diharapkan ilmu politik dan social serta ilmu ekonomi harus mempunyai disiplin yang sesuai standar. Jika tidak sesuai standar, maka strategi ini tidak akan berjalan dengan baik.
3. Strategi Represif
Strategi ini lebih mengarah kepada sanksi yang diberikan kepada koruptor. Dengan kata lain strategi ini dilakukan jika tindak pidana korupsi itu telah dilakukan. Sanksi yang diberikan harus berat dan pengawasan terhadap realisasi dari sanksi itu pun harus ketat. Sehingga, diharapkan setelah menjalani sanksi ini, maka koruptor akan merasa jera. Selain itu, dengan melihat sanksi yang berat, orang-orang dapat mengurungkan niatnya untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Dari strategi-strategi ini dibentukluh berbagai konsep baru untuk memberantas korupsi. konsep-konsep ini ada yang berupa campuran dari ketiga strategi ini. Dengan demikian pemerintah mempunyai banyak pilihan untuk menentukan baimana korupsi diberantas sesuai dengan keadaan yang ada dalam negaranya masing-masing. Konsep-konsep baru tersebut ialah
1. Konsep carrot and stick, yakni onsep yang merupakan gabungan dari strategi preventif dan represif. Konsep ini memberikan pendapatan yang memaadai bagi aparatur Negara sesuai pendidikan dan pangkat sehingga aparatur dapat hidup lebih dari mencukupi. Pemberian ini biasa disebut carrot. Sedangkan stick merupakan pemberian sanksi yang seberat-beratnya jika aparatur dnegara itu masih tetap melakukan korupsi. konsep ini diterapkan di RRC dan di singapure.
2. Gerakan masyarakat anti korupsi, yakni gerakan-gerakan yang dipimpin oleh organisasi-oraganisasi tertentu untuk menekan pemerintah agar segera memberantas korupsi.
3. Gerakan Pembersihan yaitu menciptakan semua aparat hukum yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan.
4. Gerakan Moral yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Gerakan ini membutuhkan banyak dana di Indonesia karena wilayah Indonesia yang sangat luas dan merupakan Negara kepulauan.
5. Gerakan Pengefektifan Birokrasi yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
Partisipasi masyarakat juga menjadi hal yang sangat menentukan dalam pemberantasan korupsi sebagai kontroil social. Masyarakat dituntut harus mampu untuk melihat dan menganalisis korupsi yang terjadi di sekitar mereka. Sehingga pemberantasan dilakukan lebih mudah. Masyarakat harus berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill.
E. Dampak-dampak Korupsi
Ada berbagai macam dampak korupsi di Indonesia yang telah dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Bahkan korupsi tidak hanya menjadi momok menakutkan bagi satu bisang saja. Korupsi yang telah berkembang membuat berbagai bidang di Indonesia menjadi lemah. Bidang yang paling banyak dirugikan oleh tindak pidana korupsi ini ialah bidang ekonomi. Namun, ternyata jika ditelaah lebih jauh maka dapat ditemukan bidang-bidang lain yang dirugikan oleh tindak pidana korupsi. dampak-dampak korupsi ini antara lain:
1. Demokrasi
Demokrasi di Indonesia menjadi terancam sejak maraknya kasus korupsi karena korupsi itu merusak proses formal atau prosedur hukum yang ada di Indonesia. Dengan dirusaknya prosedur hukum di Indonesia , maka pembangunan kemudian tidak berjalan sesuai perencanaan. Dengan begitu, pelayanan terhadap masuyarakat menjadi tidak seimbang. Tidak seimbangnya pelayanan ini pun bukan menjadi satu-satunya akibat dari hancurnya prosedur formal, bahkan kepemimpinan pun yang tidak dipilih sesuai prestasi menjadi akibat lain dari hancurnya prosedur formal. Dengan beigitu system demokrasi di Indonesia menjadi timpang.
2. Ekonomi
Bidang yang paling dirugikan oleh tindak pidana korupsi ialah bidang ekonomi. Seperti yang telah dibahas di awal kerugian akibat korupsi ini mencapai Rp39,3 triliun. Angka ini sudah cukup menjelaskan kerugian ini sudah sangat terasa. Padahal jika uang itu digunakan untuk pembuatan jalan di bidang transportasi dan mengembangkan pariwisata di Indonesia, tentu Rp39,3 triliun itu bukan menjadi kerugian lagi tetapi bisa menjadi keuntungan. Al hasil rakyat Indonesia menjadi semakin miskin dan tidak berpendidikan.
3. Kesjahteraan umum
`Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Sehingga kesejahteraan umum menjadi timpang karena pemerintah hanya mementingkan pihak-pihak tertentu.
4. Politik
Situs Wikipedia juga memuat bahwa korupsi dipakai juga sebagai alat politik untuk melemahkan lawan politik. Cara yang digunakan ialah dengan membuat isu tuduhan korupsi terhadap lawan politik mereka. Contoh yang diberikan ialah di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka. Tentu saja hal ini dapat memperbodoh orang Indonesia yang pendidikannya masih rendah.
5. Dampak psikis orang-orang terdekat dari pelaku korupsi
Keadaan psikis mungkin tidak terpikirkan oleh orang banyak. Namun tak dapat dipungkiri, anak-anak dari pelaku korupsi yang belum tahu apa-apa bisa saja terpengaruh oleh pemberitaan tentang orang tua mereka yang melakukan tindak pidana korupsi. meskipun ini dipandang sebagai sanksi moral, namun anak-anak pun belum mengerti mengenai tindak pidana korupsi menjadi korban lain dari hasil kebodohan orang tuanya.
6. Terbukanya kemungkinan dilakukannya tindak pidana lain
Tindak pidana lain yang kemungkinan besar dilakukan oleh koruptor ialah tindak pidana pencucian uang. Tentu saja uang hasil kejahatan korupsi ini akan disembunyikan oleh koruptor dalam bentuk-bentuk investasi ataupun dalam bentuk-bentuk lain. Sehingga terjadilah tindak pidana pencucian uang yang sedang diperhatikan dunia internasional. tindak pidana pencucian uang ini mengancam keseimbangan perekonomian internasional.
F. Upaya-upaya pemerintah dalam memberantas korupsi
Sejak munculnya tindak pidana korupsi, pemerintah juga telah melakukan berbagai macam upaya untuk memberantas dan mencegah terjadinya korupsi di Indonesia. Upaya-upaya itu antara lain :
1. Kriminalisasi tindak pidana korupsi
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, korupsi belum menjadi ancaman serius bagi Negara. Namun, kian berkembangnya Negara Indonesia, semakin banyak juga kasus korupsi yang ditemukan. Kriminalisasi tindak pidana korupsi ini sudah ada sejak tahun 1945 dimana Indonesia merdeka. Pada saat itu, dasar hukumnya ialah Dasar hukum yang digunakan adalah KUHP terkait dengan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh pejabat/pegawai negeri (ambtenaar), yaitu pada Bab XXVIII tentang kejahatan jabatan terdapat dalam Buku Kedua KUHP.
Revisi undang-undang tindak pidana korupsi sudah terjadi sejak lama. Pada tahun 1957 hingga 1960 banyak peraturan yang muncul untuk mengatur tentang korupsi, antaranya :
· Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/06/1957 (tata kerja menerobos kemacetan memberantas korupsi).
· Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/08/1957 (pemilikan harta benda).
· Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/11/1957 (penyitaan harta benda hasil korupsi, pengusutan, penuntutan, dan pemeriksaan perbuatan korupsi).
· Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf AD No. PRT/PEPERPU/031/1958.
· Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf AL No. PRT/z.1/I/7/1958
Pada masa 1960 – 1971 dibuatlah UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. namun, undang-undang ini dianggap gagal karena :
ü Masih ada perbuatan yang merugikan keuangan negara tetapi tidak ada perumusannya dalam UU sehingga tidak dipidana
ü Pelaku korupsi hanya pegawai negeri
ü Sistem pembuktian yang lama dan menyulitkan.
Sedangkan pada masa 1971 – 1999 dibuatlah revisi terhadap UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi dan dibentuk UU baru sebagai pengganti yakni UU No. 3 Tahun 1971.
Dan pada tahun 1999 hingga sekarang, dibentuk undang-undang baru yakni UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
2. Penyempurnaan perumusan dalam tindak pidana korupsi
Penyempurnaan ini dilakukan dengan berbagai cara, antaranya :
o Perluasan perumusan tindak pidana korupsi yang ada dalam KUHP dan UU sebelumnya
o Percobaan dan permufakatan jahat dianggap sebagai delik selesai pada tahun 1971
o Menyempurnakan kembali perumusan tindak pidana korupsi dalam UU 3/1971 (korupsi aktif dan korupsi pasif)
o Penegasan perumusan tindak pidana korupsi dengan delik formil
o Memperluas pengertian pegawai negeri.
3. Pembentukan lembaga-lembaga anti korupsi
Dalam perkembangannya, ada banyak pembentukan lembaga-lembaga yang ditugaskan untuk memberantas korupsi. lembaga-lembaga itu antara lain :
§ Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran) pada tahun 1957 – 1960.
§ Masa 1960 – 1971 dibentuk :
– Operasi Budhi y di bentuk dengan mengunakan Keppres No. 275/1963
– Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan ketua Presiden Soekarno dibantu Soebandrio dan Ahmad Yani
– Tim Pemberantas Korupsi (Keppres No. 228/1967
– Tim Komisi Empat (Keppres No. 12/1970
– Komite Anti Korupsi/KAK (1967)
§ Masa 1971 – 1999 dibentuk : Dibentuk Tim OPSTIB (Inpres No. 9/1977), Tim Pemberantas Korupsi diaktifkan kembali (1982), Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara/KPKPN (Keppres 127/1999)
§ Dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/TGTPK (PP 19/2000), KPK (UU 30/2002).
4. Menaikkan gaji pegawai negeri
5. Pmberian fasilitas kepada pejabat Negara.
G. Hambatan-hambatan pemberantasan korupsi di Indonesia
Dalam perkembangannya, tentu ada hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan itu antara lain :
1. Pendidikan rendah masyarakat Indonesia.
Pendidikan yang rendah dari masyarakat Indonesia seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Indonesia. Pendidikan rendah ini membuat masyarakat tidak mengerti bahasa-bahasa media yang tidak sederhana sehingga sulit dimengerti oleh masyarakat Indonesia. Dan berujung pada kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia. Sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan pemerintah dengan bahasa-bahasa yang tinggi pun tidak dimengerti oleh masyarakat dan bahkan tidak menarik perhatian rakyat.
2. Kebudayaan masyarakat Indonesia
Cara kekeluargaan merupakan cara yang seharusnya menjadi cara yang diutamakan dalam mengatasi masalah dalam masyrakat Indonesia. Namun kebudayaan ini , justru meluas tidak hanya dalam mengatasi masalah tetapi juga untuk menggapai keuntungan pribadi. Contoh konkret saja, polisi lalu lintas yang direkam dan di masukkan dalam situs youtube.com oleh korban penyalahgunaan wewenang oleh oknum polisi lalu lintas.
3. Aparatur Negara
Data yang menyatakan pada tahun 2012 lalu bahwa pelaku korupsi berjumlah 239 orang berlatar belakan sebagai pegawai negeri sipil, tentu menjadi bukti nyata akan kurangnya integritas dan profesionalitas aparatur Negara Indonesia. Sehingga perlu dilakukannya perbaikan dalam tubuh pemerintah itu sendiri.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindak pidana korupsi di Indonesia kian memburuk dan mempengaruhi berbagai bidang di Indonesia. Tindak pidana korupsi ini didukung oleh berbagai situasi dan kondisi di Indonesia, bahkan didukung oleh kelemahan undang-undang tentang korupsi itu sendiri. Korupsi akan berdampak pada masarakat luas serta akan merugikan Negara. Jadi perlu partisipasi masyrakat dan upaya yang serius dari pemerintah untukk mengatasi tindak pidana korupsi ini.
B. Saran
Setelah mengkaji teori tentang korupsi, penulis ingin menyampaikan saran agar membantu pemberantasan korupsi :
1. Profesionalitas dan integritas dari pejabat Negara harus ditingkatkan.
2. Sanksi bagi pelaku korupsi harus lebih berat lagi
3. Sosialisasi dan pelatihan bagi pejabat Negara harus ditingkatkan
4. Menutup celah-celah dalam undang-undang korupsi.
5. Partisipasi masyarakat Indonesia.